Print

Masuknya produk impor murah akibat praktik dumping menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan industri tekstil dan kimia Indonesia. Kondisi ini memicu kekhawatiran berbagai pihak, termasuk kalangan profesional teknik, yang mendorong pemerintah agar segera menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) demi melindungi industri strategis nasional dan memastikan stabilitas lapangan kerja, khususnya bagi lulusan teknik.

Investigasi yang dilakukan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dari Kementerian Perdagangan mengungkap adanya indikasi kuat praktik dumping oleh eksportir asal Tiongkok. Praktik ini telah menekan daya saing industri dalam negeri dan berpotensi menghambat investasi di sektor tekstil hulu, yang seharusnya menjadi fondasi penting bagi rantai pasok industri nasional.

Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani, menegaskan pentingnya respons cepat dari pemerintah untuk melindungi rantai pasok tekstil secara menyeluruh. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, Indonesia diyakini dapat merebut kembali keunggulannya sebagai salah satu negara dengan rantai pasok tekstil yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, setara dengan Tiongkok dan India.

Inten menekankan bahwa kejelasan regulasi akan menjadi sinyal positif bagi investor. Laporan dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebutkan bahwa penerapan BMAD berpotensi mendatangkan investasi hingga USD250 juta atau sekitar Rp4 triliun. Tanpa kepastian kebijakan, industri yang telah ada terancam stagnasi, sementara pengembangan industri baru terhambat.

Lebih lanjut, Inten menyoroti bahwa keberlanjutan industri tekstil lokal sangat berperan dalam mendukung visi pembangunan ekonomi nasional, termasuk rencana swasembada energi dan pembangunan kilang minyak yang menghasilkan petrokimia sebagai bahan baku industri tekstil hulu. Ia memperingatkan bahwa tanpa kebijakan perlindungan seperti BMAD, rantai pasok nasional akan semakin tergantung pada impor, menggerus kemandirian industri.

Kondisi saat ini memperlihatkan bahwa perlindungan terhadap industri dalam negeri masih belum optimal. Padahal Indonesia, bersama Tiongkok dan India, memiliki salah satu rantai pasok tekstil paling lengkap di dunia. Sayangnya, tidak seperti dua negara tersebut yang aktif melindungi industrinya, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan daya saing.

Inten juga menyoroti sikap sebagian pelaku usaha yang masih lebih memilih bahan baku impor karena alasan harga, meskipun data KADI menunjukkan adanya indikasi dumping yang merugikan industri lokal. Menurutnya, BMAD bukanlah hambatan perdagangan, melainkan instrumen legal untuk menciptakan keseimbangan dan menjaga ekosistem industri nasional agar tetap sehat dan kompetitif.

Sebagai praktisi dan profesional teknik, Inten mengungkapkan keprihatinannya terhadap masa depan industri kimia dan petrokimia Indonesia. Ia menegaskan bahwa apabila sektor hulu ini melemah, dampaknya akan terasa luas, termasuk pada kesempatan kerja bagi para lulusan teknik. Oleh karena itu, perlindungan terhadap industri dasar bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal keberlanjutan pembangunan nasional.