Print

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak Kementerian Perdagangan untuk meninjau ulang rencana pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetik dari Tiongkok. Usulan kenaikan tarif sebesar 42,3 persen yang diajukan oleh Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dinilai KPPU berisiko mengganggu keberlangsungan industri tekstil di sektor hilir.

Dalam surat resmi kepada Menteri Perdagangan, KPPU menyoroti bahwa produsen dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan pasar secara optimal, baik dari sisi kapasitas produksi maupun jenis produk. Beberapa jenis benang seperti POY, SDY, dan DTY bahkan hanya diproduksi oleh satu atau dua pelaku usaha, yang memunculkan kekhawatiran akan dominasi pasar dan keterbatasan pasokan.

Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Lelyana Mayasari, menyampaikan bahwa cakupan produk dalam kebijakan BMAD terlalu luas, mencakup bahan-bahan yang belum diproduksi dalam negeri. Hal ini dikhawatirkan tidak hanya akan menurunkan efisiensi pasar, tetapi juga mengganggu iklim persaingan yang sehat.

Dukungan terhadap sikap KPPU juga datang dari kalangan pengusaha. Ketua Komite Tetap Kebijakan dan Regulasi Industri KADIN, Veri Anggrijono, menyebut bahwa kebijakan BMAD berpotensi menyebabkan banyak industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) kolaps dan berdampak pada puluhan ribu tenaga kerja.

KPPU dan KADIN mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan industri hulu dan keberlangsungan industri hilir, demi menjaga stabilitas sektor tekstil nasional secara keseluruhan.