Print

Pelaku industri tekstil nasional tengah menanti kejelasan kebijakan dari pemerintah terkait perlindungan terhadap sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), khususnya pada subsektor pakaian jadi. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak agar revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) segera diterbitkan, sebagai langkah strategis untuk meredam dampak buruk dari membanjirnya produk impor yang mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.

Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, menyoroti lambannya proses revisi Permendag yang justru memperburuk kondisi industri. Menurutnya, sejumlah perusahaan di sektor TPT mulai mengalami tekanan berat hingga berada di ambang kebangkrutan, akibat masuknya barang impor dalam jumlah besar yang tidak diimbangi dengan pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran impor ilegal.

Jemmy mengapresiasi upaya Menteri Perdagangan Budi Santoso yang berkomitmen mempercepat proses revisi Permendag No. 8 Tahun 2024. Baginya, percepatan revisi tersebut sangat penting, tidak hanya untuk menciptakan kepastian usaha, tetapi juga untuk menghindari krisis ketenagakerjaan nasional yang bisa muncul jika industri tekstil kolaps.

Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia kini menjadi sasaran penetrasi produk pakaian jadi murah dari negara lain, terutama setelah Amerika Serikat menerapkan kebijakan reciprocal tariff terhadap China dan beberapa negara lainnya. Dalam kondisi seperti itu, produk-produk dari China berpotensi dialihkan ke pasar Indonesia, yang dinilai lebih longgar dari sisi regulasi.

Berdasarkan data ekspor ke Amerika Serikat pada 2023, China tercatat sebagai eksportir terbesar pakaian jadi dengan nilai ekspor sebesar 16,4 miliar dolar AS (20,7 persen pangsa pasar), disusul Vietnam dengan 15,5 miliar dolar AS (19,6 persen). Sementara Indonesia hanya mampu menembus pangsa pasar 6,4 persen atau senilai 5,1 miliar dolar AS, jauh di bawah pesaing regionalnya.

Dalam menghadapi tantangan global ini, Jemmy menekankan pentingnya penguatan pasar domestik sebagai buffer bagi industri ekspor. Menurutnya, ketika pasar global sedang lesu, pasar dalam negeri harus menjadi tumpuan agar roda industri tetap bergerak. Oleh karena itu, perlindungan terhadap pasar dalam negeri dari serbuan barang impor harus diperkuat melalui regulasi yang tegas dan pengawasan yang konsisten.

Jika regulasi tidak segera hadir, lanjut Jemmy, dikhawatirkan industri padat karya seperti tekstil—yang selama ini menjadi tulang punggung tenaga kerja dan penghasil devisa negara—akan mengalami kemunduran signifikan. Pemerintah pun didorong untuk segera bertindak agar momentum pemulihan dan pertumbuhan industri tidak hilang begitu saja akibat kelalaian kebijakan.