Print

Krisis di sektor tekstil nasional terus memburuk seiring dengan polemik Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang hingga kini belum direvisi. Aturan ini dinilai sebagai biang kerok runtuhnya sejumlah perusahaan tekstil dalam negeri dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, termasuk kebangkrutan PT Sritex yang berdampak pada 27 ribu buruh.

Wahyu Hidayat, Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta dan pendiri Spirit Binokasih, dalam forum Indonesia Business Forum (11 Juni 2025) mengungkapkan bahwa draft revisi pengganti Permendag 8/2024 sebenarnya telah rampung sejak beberapa bulan lalu. Namun, dokumen tersebut dikabarkan tertahan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Situasi ini menimbulkan spekulasi mengenai adanya tarik-menarik kepentingan di internal kementerian yang berimbas pada kelambanan penanganan krisis di industri tekstil.

Permendag 8/2024 menjadi sorotan karena menghapus kewajiban Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk impor pakaian jadi. Kebijakan ini menyebabkan pasar domestik dibanjiri produk impor dan merusak daya saing produsen tekstil lokal. Hal tersebut dianggap sebagai pukulan berat bagi industri yang selama ini menopang banyak lapangan pekerjaan di Tanah Air.

Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan kesiapannya untuk memberikan masukan dalam proses revisi aturan tersebut, sedangkan Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut revisi masih dalam tahap pembahasan bersama para pemangku kepentingan. Namun, tidak adanya kejelasan waktu pengesahan membuat situasi semakin rumit dan memunculkan pertanyaan: siapa yang sebenarnya diuntungkan oleh lambatnya pencabutan Permendag 8/2024?

Sorotan publik terhadap isu ini semakin tajam setelah Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, secara langsung menyampaikan protes kepada Presiden Prabowo Subianto dalam acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri. Prabowo pun merespons positif dengan menyatakan kesiapan untuk mencabut aturan tersebut apabila terbukti merugikan bangsa. Namun, hingga pertengahan Juni 2025, belum ada tanda-tanda kebijakan tersebut akan ditarik.

Wahyu Hidayat pun mendesak Presiden untuk turun tangan langsung. Ia menegaskan bahwa kelas pekerja tidak bisa terus menjadi korban dari regulasi yang cacat. “Kami, kelas pekerja, sangat menyayangkan dan berharap Presiden Prabowo segera mencabut Permendag 8/2024 yang membunuh bisnis tekstil lokal,” ujarnya.

Ketidakpastian regulasi ini tak hanya melemahkan fondasi industri tekstil nasional, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam melindungi sektor strategis dan tenaga kerja domestik.