Print

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat maraknya produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Kondisi ini berdampak serius terhadap keberlangsungan industri, salah satunya ditandai dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi sejak 2019 hingga 2025 dan telah menyentuh angka 220.000 pekerja.

Para pelaku usaha di sektor tekstil mendesak pemerintah untuk mengambil sikap tegas, khususnya dalam membatasi impor produk tekstil jadi. Produk-produk tersebut dinilai merusak keseimbangan pasar dan menekan permintaan terhadap produk dalam negeri. Akibatnya, industri hilir mengalami penurunan pesanan dan terpaksa menurunkan kapasitas produksi.

Kementerian Perindustrian pun mengakui situasi genting yang sedang dihadapi sektor TPT. Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menyatakan bahwa pemerintah tengah mendorong kebijakan yang mampu melindungi industri dalam negeri, terutama melalui pengendalian impor. Ia menegaskan bahwa membanjirnya produk impor jadi menjadi penyebab utama melemahnya permintaan terhadap hasil produksi industri tekstil nasional.

Menurut Febri, penurunan permintaan menyebabkan industri mengurangi utilisasi pabrik, yang akhirnya berdampak pada pemangkasan tenaga kerja. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Perindustrian mendorong perlindungan pasar domestik melalui pembatasan impor, khususnya untuk produk tekstil jadi. Dengan begitu, peluang pasar dapat kembali terbuka bagi produk dalam negeri.

Selain itu, ia juga mendorong eksplorasi pasar ekspor sebagai strategi jangka panjang, tetapi menegaskan bahwa untuk saat ini pasar domestik perlu segera diamankan. Pembatasan impor diharapkan menciptakan ruang pemulihan bagi industri lokal, sehingga permintaan dapat tumbuh dan lapangan kerja kembali tersedia.