Print

Lonjakan impor pakaian jadi dari Tiongkok ke Indonesia pada tahun 2024 mencapai angka signifikan sebesar 42,7 persen. Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan ketahanan industri tekstil nasional. Ketua Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi), Muhammad Sobirin, menilai bahwa Indonesia perlu segera memperkuat daya saing produk dalam negeri dan membenahi berbagai aspek di sektor tekstil secara menyeluruh.

Sobirin mengusulkan pembentukan sebuah badan khusus atau nasional yang fokus menangani seluruh persoalan industri tekstil dari hulu hingga hilir. Menurutnya, lembaga ini akan menjadi pusat kendali dalam menyusun strategi dan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan daya saing produk tekstil lokal.

Ia juga menyoroti persoalan lemahnya sistem penyaringan impor di Indonesia. Tanpa mekanisme kontrol yang ketat—baik secara fiskal maupun regulasi—impor yang masuk secara masif akan menimbulkan persaingan tidak seimbang di pasar domestik. Sobirin menyebut adanya hambatan perdagangan (trade barrier) dan non-trade barrier seperti kebijakan keuangan atau regulasi sebagai alat penting untuk mengendalikan arus barang masuk dari luar negeri.

Menurutnya, meski impor adalah bagian wajar dari perdagangan global dan dapat merangsang daya saing, lonjakan yang terlalu tinggi dapat memukul industri dalam negeri jika tidak diantisipasi dengan baik. Jika struktur industri dan kualitas produk nasional sudah solid, kompetisi tersebut justru dapat menjadi pemicu peningkatan mutu dan inovasi di sektor tekstil Indonesia.

Melalui pembentukan lembaga nasional untuk tekstil dan penguatan sistem pengawasan impor, diharapkan industri tekstil nasional dapat lebih siap menghadapi tantangan global dan tidak terus tergerus oleh produk luar yang membanjiri pasar domestik.