Print

Industri alas kaki Indonesia kembali menunjukkan prospek cerah dengan rencana investasi senilai Rp 8 triliun dari 12 perusahaan asing sepanjang Januari hingga Mei 2025. Investasi ini menjadi sinyal positif di tengah tekanan yang melanda industri, baik dari sisi ekspor maupun konsumsi domestik.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Taufiek Bawazier, menyebutkan bahwa investasi tersebut berpotensi meningkatkan kapasitas produksi hingga 64,6 juta pasang sepatu dan 214,6 juta pasang komponen alas kaki. Selain itu, lebih dari 80.000 lapangan kerja diperkirakan tercipta dari proyek-proyek ini. Sayangnya, identitas perusahaan asing tersebut belum diumumkan secara resmi oleh pemerintah.

Rencana pembangunan pabrik disebut akan tersebar di berbagai wilayah seperti Majalengka, Jepara, Indramayu, dan Brebes. Pemerintah berharap perluasan ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global industri alas kaki, sekaligus meningkatkan daya saing ekspor ke berbagai pasar dunia.

Salah satu produsen yang sudah menunjukkan langkah ekspansi adalah PT Selalu Cinta Indonesia (SCI), produsen sepatu merek Nike yang berbasis di Salatiga. SCI berhasil mengekspor lebih dari 124.000 pasang sepatu ke India senilai US$ 2 juta pada Mei 2025 dan menargetkan ekspor senilai US$ 3,4 juta hingga September 2025.

Namun, tantangan tetap membayangi, terutama dalam aspek regulasi internasional. Salah satunya adalah kebijakan Quality Control Orders (QCO) India yang mulai berlaku pada Juli 2024. QCO mewajibkan produk alas kaki memperoleh sertifikasi Bureau of Indian Standard (BIS), tetapi keterbatasan auditor BIS menyebabkan hambatan teknis dalam proses ekspor.

Pemerintah Indonesia telah menyuarakan keprihatinannya dalam forum Technical Barriers to Trade (TBT) di World Trade Organization (WTO) dan mengusulkan solusi kerja sama dengan lembaga sertifikasi global. Upaya ini membuahkan hasil dengan kembalinya ekspor alas kaki Indonesia ke pasar India melalui SCI.

Meski ekspor alas kaki tumbuh 13,80% menjadi US$ 1,89 miliar pada kuartal pertama 2025, tekanan mulai terasa pada kuartal kedua. Hal ini disebabkan oleh perang tarif antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya yang memicu ketidakpastian usaha, serta penurunan konsumsi akibat inflasi dan pelemahan ekonomi global.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) juga mencatat kontraksi di subsektor kulit, barang dari kulit, dan alas kaki pada Mei 2025, yang sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga dan menurunnya daya beli konsumen domestik. Di sisi ekspor, pasar Amerika Serikat yang menyerap 34,4% produk alas kaki Indonesia juga menunjukkan perlambatan pesanan.

Di tengah tantangan tersebut, pasar middle-lower juga menghadapi persaingan sengit dari berbagai merek global yang berebut pangsa pasar, menyebabkan tekanan pada volume produksi nasional.

Meski demikian, arus investasi baru dan kebijakan strategis yang adaptif diharapkan mampu menjaga momentum pertumbuhan industri alas kaki Indonesia, sekaligus memperluas ekspansi ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.