Print

Keputusan Kementerian Perdagangan untuk tidak melanjutkan pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) asal Tiongkok kembali menuai dukungan, kali ini dari kalangan pengamat kebijakan publik. Fernando Emas, Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia, menilai langkah tersebut sebagai bentuk pertimbangan matang dan strategis untuk menjaga kestabilan industri tekstil nasional serta mendukung program pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja.

Menurut Fernando, keputusan Menteri Perdagangan mencerminkan sikap responsif terhadap berbagai masukan, termasuk dari 101 perusahaan tekstil yang menyampaikan penolakan terhadap usulan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI), serta dukungan dari Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Ia menganggap langkah tersebut sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap iklim usaha yang kondusif dan tenaga kerja di sektor padat karya.

Sebaliknya, sikap Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang tetap bersikeras agar BMAD diberlakukan, dinilai Fernando sebagai tindakan yang egois dan tidak mempertimbangkan dampak luas terhadap keberlangsungan industri tekstil. Ia menilai tuduhan APSyFI terhadap pemerintah, termasuk Kementerian Perindustrian, sebagai upaya yang berlebihan dan cenderung politis.

“Saya heran dengan tudingan bahwa Kementerian Perindustrian seolah mendukung impor ilegal. Itu tuduhan yang mengada-ada dan berpotensi memecah kekompakan kabinet yang sudah ditekankan oleh Presiden Prabowo,” ujar Fernando.

Fernando juga menyoroti komitmen 101 perusahaan tekstil yang bersedia menyerap hasil produksi dalam negeri, termasuk produk POY dari APSyFI, dengan standar praktik bisnis yang sehat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada solusi konkret untuk mendukung produksi dalam negeri tanpa perlu menerapkan kebijakan proteksionis yang berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Ia menegaskan bahwa jika BMAD diberlakukan, dikhawatirkan akan terjadi gelombang PHK yang mengganggu kestabilan sosial dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo Subianto, yang tengah berupaya memenuhi janji kampanye menciptakan 19 juta lapangan kerja.

Fernando pun mengingatkan pemerintah untuk tetap waspada terhadap kemungkinan adanya kelompok tertentu yang memanfaatkan isu perdagangan ini demi kepentingan pribadi atau kelompok. Ia menilai penting bagi kabinet untuk solid dan berpihak pada kepentingan nasional yang lebih luas, khususnya dalam menjaga keberlangsungan industri tekstil sebagai sektor strategis dalam perekonomian nasional.