Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) kembali menyoroti lemahnya perlindungan konsumen dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Hingga saat ini, hanya pakaian bayi yang diatur dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, sementara mayoritas produk tekstil lainnya masih bersifat sukarela. Hal ini dinilai merugikan konsumen karena tidak adanya jaminan standar mutu yang mengikat secara hukum.
Direktur Eksekutif YKTI, Ardiman Pribadi, menyatakan pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait mutu pakaian jadi. Keluhan yang paling sering muncul antara lain kain yang cepat luntur, resleting mudah rusak, kancing lepas, hingga ukuran yang tidak sesuai, terutama untuk pembelian secara daring.
Menyikapi kondisi ini, YKTI telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk mendesak agar 28 SNI yang saat ini masih berstatus sukarela segera ditetapkan sebagai SNI wajib. SNI tersebut mencakup berbagai aspek mutu, termasuk ukuran dan daya tahan bahan, yang dianggap krusial bagi kenyamanan dan keamanan konsumen.
Menurut Ardiman, penerapan SNI wajib di sektor tekstil seharusnya menjadi langkah prioritas, mengingat perlindungan konsumen adalah bagian dari tanggung jawab negara. Ia menilai pemerintah belum menunjukkan kesungguhan dalam memastikan produk tekstil yang beredar di pasar memenuhi standar dasar kualitas. Akibatnya, konsumen terpaksa membayar mahal untuk produk berstandar internasional dari merek ternama demi mendapatkan jaminan mutu.
Ardiman membandingkan sektor tekstil dengan sektor lain seperti makanan, kosmetik, dan produk medis non-resep, yang telah memberlakukan standar wajib seperti izin edar BPOM, label halal, dan SNI, bahkan untuk kemasan kertas pembungkus sekalipun. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai keberpihakan pemerintah terhadap hak dasar konsumen tekstil.
Ia juga menyoroti peran Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki di Kementerian Perindustrian yang dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi perlindungan konsumen melalui regulasi mutu. Padahal, beberapa produk tekstil seperti kapas dan kain kasa medis sudah lebih dulu menerapkan standar ketat, menunjukkan bahwa regulasi memungkinkan diterapkan bila ada kemauan.
Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, Ardiman menegaskan bahwa konsumen Indonesia berhak mendapatkan produk tekstil yang bermutu tanpa harus bergantung pada merek luar negeri. Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar penerapan SNI wajib dapat segera dilakukan agar konsumen tidak lagi dirugikan oleh produk tekstil yang tidak jelas asal dan kualitasnya.