Print

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 17 Tahun 2025 menetapkan pengaturan baru terkait pelabuhan pemasukan untuk impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Kebijakan ini menuai respons beragam dari pelaku industri, terutama Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), yang melihat sisi positif sekaligus tantangan dari kebijakan tersebut.

Menurut Wakil Ketua API David Leonardi, penetapan pelabuhan khusus sebagai jalur masuk impor TPT dapat membantu meningkatkan efektivitas pengawasan oleh Bea Cukai. Dengan memusatkan arus impor hanya pada pelabuhan tertentu, pemerintah diyakini bisa mempersempit ruang gerak bagi praktik impor ilegal dan menekan masuknya barang tekstil yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini dianggap sebagai langkah strategis untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk murah impor.

Ketentuan tersebut tercantum dalam Bab IV Permendag 17/2025, di mana Menteri Perdagangan berwenang menentukan tempat pemasukan barang impor TPT. Dalam lampiran peraturan itu, telah ditentukan pelabuhan tujuan yang dapat digunakan untuk mengimpor produk tekstil, seperti Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok dan New Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), Soekarno Hatta (Makassar), Bitung (Bitung), Krueng Geukuh (Aceh Utara), dan Merak Mas (Cilegon).

Sementara itu, impor pakaian jadi dibatasi hanya melalui pelabuhan darat seperti Cikarang Dry Port (Bekasi), serta pelabuhan udara seperti Kualanamu, Soekarno Hatta, Ahmad Yani, Juanda, dan Sultan Hasanuddin. Dengan pembatasan ini, pemerintah menargetkan agar proses pengawasan berjalan lebih ketat dan transparan.

Namun, di sisi lain, pelaku usaha di luar wilayah pelabuhan yang ditunjuk mengeluhkan meningkatnya beban logistik. Importir di daerah tanpa akses langsung ke pelabuhan tujuan harus melakukan trans-shipment, yaitu pengiriman lanjutan dari pelabuhan utama ke lokasi akhir. Hal ini tentu meningkatkan biaya distribusi, yang pada akhirnya bisa berdampak pada harga jual produk dan efisiensi operasional perusahaan.

Meski demikian, API tetap mengapresiasi langkah pemerintah yang menunjukkan komitmen untuk menata kembali sistem impor TPT, khususnya dengan mencabut aturan relaksasi sebelumnya yang tercantum dalam Permendag 8/2024. Permendag 17/2025 juga memperketat persyaratan impor dengan mewajibkan importir untuk memiliki Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian sebelum melakukan impor.

Secara keseluruhan, meskipun terdapat konsekuensi biaya tambahan bagi pelaku usaha, kebijakan ini dianggap sebagai upaya strategis untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dengan perlindungan terhadap pasar domestik. Tantangannya kini adalah bagaimana pemerintah dapat memastikan implementasi aturan ini tidak menghambat kelancaran arus barang dan tetap mendukung daya saing industri tekstil nasional.