Sektor padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) terancam terpukul hebat oleh kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang masih menetapkan bea masuk sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menyampaikan bahwa sektor TPT merupakan salah satu yang paling rentan terhadap dampak kebijakan ini, diikuti oleh industri alas kaki, furnitur, dan mainan anak.
Menurut Shinta, sektor-sektor tersebut memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar ekspor, terutama Amerika Serikat. Data menunjukkan ekspor TPT Indonesia ke AS menyumbang hingga 61% dari total ekspor sektor tersebut. Sementara itu, furnitur mencapai 59%, dan olahan daging ikan sebesar 56%. Dalam situasi manufaktur nasional yang masih lesu—dibuktikan dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Juni 2025 yang berada di bawah 50—tantangan ini kian memperparah tekanan terhadap industri padat karya.
Shinta menyoroti bahwa sektor ini bukan hanya menghadapi ancaman dari sisi eksternal seperti tarif tinggi, tapi juga dari sisi domestik seperti masuknya barang murah dan ilegal, serta tingginya biaya produksi yang menggerus daya saing produk Indonesia. Ia menyebut kondisi ini sudah berdampak nyata, terlihat dari gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus terjadi di sektor TPT.
Untuk menghindari keruntuhan lebih jauh, Shinta meminta pemerintah mengambil langkah-langkah strategis guna mendukung industri padat karya. Pertama, ia menyarankan agar suku bunga bagi sektor padat karya disesuaikan seperti halnya kredit usaha rakyat (KUR), sehingga pelaku usaha memiliki akses pembiayaan dengan bunga rendah.
Kedua, ia meminta penghapusan biaya perizinan usaha yang dinilai menambah beban operasional perusahaan. Ketiga, penurunan biaya energi menjadi poin penting karena saat ini Indonesia masih memiliki tarif energi yang tinggi dibanding negara tetangga di Asia Tenggara.
Selain itu, biaya logistik yang tinggi juga menjadi hambatan besar. Shinta mendorong adanya langkah konkret untuk menurunkan ongkos logistik nasional agar pelaku usaha bisa lebih kompetitif di pasar global. Terakhir, ia menekankan pentingnya penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), khususnya bagi bahan baku dan kawasan berikat, agar bisa mendukung kelancaran proses produksi dan ekspor.
Melalui berbagai usulan tersebut, Apindo berharap pemerintah dapat bertindak cepat dan tegas untuk menjaga keberlangsungan industri padat karya Indonesia di tengah tekanan global yang semakin berat.