Print

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif energi hijau guna mengoptimalkan potensi ekspor dalam kerangka kerja sama Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wirawasta, menyebut bahwa pasar Eropa semakin ketat terhadap produk yang tidak memenuhi standar keberlanjutan, terutama dari segi bahan baku rendah karbon dan jejak karbon selama proses produksi.

Menurut Redma, dukungan dalam bentuk insentif penggunaan energi hijau seperti listrik ramah lingkungan dari PLN maupun gas bumi sangat dibutuhkan agar industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional mampu bersaing di pasar Eropa. Ia menekankan bahwa isu keberlanjutan tak hanya mencakup bahan baku dan bahan penolong, tetapi juga proses produksi dan logistik yang ramah lingkungan.

Industri TPT, lanjutnya, memerlukan kebijakan pendukung terkait energi terbarukan serta revisi aturan penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang selama ini menjadi kendala dalam upaya menuju industri hijau. Redma menilai bahwa keberhasilan ekspor ke Eropa akan sangat bergantung pada kemampuan industri dalam memperkuat rantai pasok hulu dan menengah (upstream dan midstream), terutama dalam penyediaan bahan baku lokal yang sesuai standar Uni Eropa.

Salah satu syarat utama agar produk tekstil Indonesia dapat menikmati tarif ekspor 0% ke Eropa adalah dengan memenuhi aturan certificate of origin (COO), yakni produk harus berasal dari Indonesia atau negara Uni Eropa. Redma menyebut, saat ini target ekspor ke Eropa masih sekitar 30%, namun diharapkan bisa meningkat hingga di atas 50% dalam dua tahun mendatang, seiring penyesuaian terhadap standar COO.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, ekspor produk hulu tekstil (kode HS 50-54) ke Eropa menunjukkan potensi yang signifikan. Ekspor ke Eropa Barat tercatat sebesar US$24,6 juta dengan volume 8,17 juta kg, sementara ke Eropa Utara sebesar US$986 ribu dengan volume 365 ribu kg. Di wilayah Eropa Selatan, nilai ekspor mencapai US$24,6 juta dengan volume 8,4 juta kg, dan ke Eropa Timur sebesar US$6,5 juta dengan volume 5 juta kg.

Dengan peluang besar yang ditawarkan IEU-CEPA, sektor tekstil Indonesia membutuhkan dukungan kebijakan konkret, khususnya insentif energi hijau, demi memperkuat daya saing di pasar global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan.