Print

Krisis pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia terus berlanjut tanpa tanda pemulihan. Penutupan pabrik Asia Pacific Fibers (APF) di Karawang, Jawa Barat, menambah panjang daftar perusahaan yang kolaps akibat tekanan industri yang makin berat. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut bahwa banjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal, menjadi penyebab utama lumpuhnya daya saing industri dalam negeri.

Menurut Faisal, produk jadi impor yang masuk ke pasar domestik dijual dengan harga jauh di bawah biaya produksi lokal. Hal ini tidak hanya menghantam pelaku usaha yang telah taat regulasi, membayar pajak, dan menyerap tenaga kerja, tetapi juga mengancam keberlanjutan investasi yang telah tertanam di sektor ini. Ketidakmampuan bersaing dengan barang murah, terutama yang masuk secara ilegal, menurunkan minat investor untuk bertahan atau menanamkan modal baru di Indonesia.

Faisal menambahkan bahwa selain faktor impor, beban biaya produksi seperti kenaikan upah dan harga bahan baku juga turut memperlemah posisi industri nasional. Ketidakharmonisan kebijakan serta tumpukan regulasi yang tidak berpihak pada sektor industri memperburuk situasi. Akses pasar domestik yang terganggu oleh impor menjadi pemicu utama dari runtuhnya banyak perusahaan tekstil lokal.

Data mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, lebih dari 42.000 pekerja di sektor ini kehilangan pekerjaan—naik 32,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi makin mengkhawatirkan ketika Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaporkan sekitar 70.000 buruh terkena PHK hanya dalam kurun waktu empat bulan pertama tahun ini.

Presiden KSPI, Said Iqbal, memperingatkan bahwa beberapa pabrik tekstil dan garmen di Jawa akan kembali melakukan PHK besar-besaran dalam waktu dekat, termasuk akibat tekanan dari kebijakan tarif perdagangan internasional seperti tarif Trump. Ia mendesak agar pemerintah segera turun tangan dan merespons kondisi ini dengan langkah konkret.

Faisal menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi kebijakan yang tidak berpihak pada industri nasional, memperketat pengawasan impor ilegal, dan memberikan insentif yang lebih tepat sasaran kepada pelaku usaha dalam negeri. Tanpa tindakan cepat dan tegas, krisis PHK di sektor tekstil dikhawatirkan akan terus melebar, menambah angka pengangguran, dan memperparah ketimpangan sosial di berbagai daerah yang sangat bergantung pada industri ini sebagai penopang ekonomi lokal.