Print

 

Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran kembali menjadi sorotan setelah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa hampir satu juta pekerja di Indonesia terdampak dalam kurun Agustus 2024 hingga Februari 2025. 

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 939.038 pekerja mengalami PHK di 14 sektor usaha berdasarkan klasifikasi KBLI. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja dalam periode yang sama hanya mencapai 523.383 orang. Artinya, terjadi pengurangan tenaga kerja bersih sebanyak 415.655 orang.

Sektor tekstil tercatat sebagai sektor yang paling banyak mengalami pengurangan tenaga kerja. Ristadi menilai, kondisi ini dipicu oleh derasnya arus masuk barang-barang impor murah ke pasar dalam negeri, yang memperparah situasi di tengah melemahnya tingkat konsumsi masyarakat dan rendahnya belanja pemerintah terhadap industri domestik.

Penurunan konsumsi ini tidak hanya terjadi pada rumah tangga, tetapi juga mencakup minimnya belanja pemerintah yang berdampak pada industri barang dan jasa. Padahal, banyak pelaku usaha dalam negeri yang sangat bergantung pada permintaan domestik sebagai penopang utama bisnis mereka.

Dalam menanggapi situasi ini, KSPN mendesak pemerintah agar serius menjalankan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 secara konsisten dan tepat sasaran, khususnya yang berkaitan dengan pengendalian dan pengetatan impor. Hal ini dinilai penting untuk menutup celah yang kerap dimanfaatkan oleh importir nakal.

Lebih lanjut, KSPN juga mendorong peningkatan belanja pemerintah pada produk-produk industri dalam negeri yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi. Langkah ini diyakini mampu menggerakkan rantai pasok nasional dari hulu hingga hilir, sekaligus memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Ristadi menegaskan bahwa kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sejauh ini masih tergolong kecil. Oleh karena itu, dukungan nyata dari sisi kebijakan dan belanja fiskal sangat dibutuhkan demi menyelamatkan sektor industri yang saat ini tengah terpuruk.