Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi kunci untuk memperkuat struktur industri sekaligus meningkatkan daya saing dalam memenuhi kebutuhan domestik dan pasar ekspor. Melalui penanaman modal dan restrukturisasi mesin, industri TPT diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku yang selama ini cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, impor bahan baku industri hulu TPT pada 2019 tercatat mencapai 1,21 juta ton untuk serat dan 275,8 ton untuk benang. Sementara itu, di sektor industri tengah seperti pencelupan, pencetakan, dan penyempurnaan, investasi terhenti cukup lama sehingga banyak mesin sudah berusia tua. Akibatnya, kapasitas produksi tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, memaksa industri untuk melakukan impor.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenperin yang diolah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menunjukkan, industri kain mengalami defisit kinerja pada 2018 sekitar 4,2 miliar dolar AS. Defisit ini berlanjut pada periode Januari–Juni 2019, dengan nilai mencapai 2,02 miliar dolar AS akibat impor senilai 2,61 miliar dolar AS, jauh melampaui ekspor yang hanya sebesar 592,4 juta dolar AS. Kondisi tersebut memburuk dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan defisit 1,97 miliar dolar AS.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, Muhdori, menegaskan bahwa penarikan investasi baru menjadi solusi strategis untuk substitusi impor bahan baku, termasuk restrukturisasi mesin dan peralatan industri antara TPT. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional API, Ernovian G Ismy, mengungkapkan bahwa mayoritas pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini terjadi pada industri kain, dengan sembilan perusahaan memberhentikan sekitar 2.000 karyawan.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kemenperin, Eko Suseno Agung Cahyanto, menambahkan bahwa pemerintah berupaya memanfaatkan kawasan industri Kendal, Jawa Tengah, sebagai sentral material dan titik distribusi untuk memperkuat rantai pasok global. Dukungan SDM juga terus dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan, termasuk pembukaan diklat bagi ratusan operator garmen di berbagai daerah.
Kebutuhan tenaga kerja di industri garmen terus meningkat. Beberapa perusahaan bahkan membutuhkan hingga 4.000 pekerja baru secara cepat untuk mendukung ekspansi, terutama di wilayah Tasikmalaya, Subang, dan Sukabumi, Jawa Barat. Dengan kombinasi investasi, pembaruan teknologi, dan peningkatan kapasitas SDM, industri TPT nasional diharapkan mampu memperkuat posisinya di pasar global sekaligus mengurangi defisit perdagangan.