Print

Impor pakaian bekas ilegal yang baru-baru ini diungkap Kementerian Perdagangan (Kemendag) dinilai sebagai masalah serius yang terorganisir. Majelis Rayon Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Tekstil menegaskan persoalan ini tidak bisa dipandang sebelah mata dan mendesak pemerintah untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.

Pada 14 Agustus lalu, Kemendag bersama TNI, Polri, BIN, dan BAIS menyita 19.391 bal pakaian bekas ilegal senilai Rp112,35 miliar dari 11 gudang di Bandung Raya. Barang-barang tersebut berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan China. Menurut Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil Agus Riyanto, skema penyelundupan ini sudah sangat terorganisir, menggunakan jaringan distribusi besar, truk, dan gudang penyimpanan, bukan lagi skala kecil di pelabuhan atau pasar tradisional.

Agus menilai langkah penyitaan saja tidak cukup. Ia menekankan perlunya pengusutan menyeluruh terhadap aktor intelektual di balik sindikat impor ilegal tersebut. Pasalnya, masuknya pakaian bekas dengan harga murah semakin memukul daya saing industri tekstil lokal yang tengah menghadapi penurunan permintaan dan ancaman PHK massal. Padahal, impor pakaian bekas jelas dilarang dalam berbagai regulasi, termasuk UU Perlindungan Konsumen, UU Perdagangan, hingga Permendag 40/2022.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) Ardiman Pribadi. Ia menegaskan bahwa pakaian bekas impor berbahaya bagi konsumen karena berisiko membawa virus, bakteri, dan jamur yang mengancam kesehatan, seperti Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli. Risiko ini, menurutnya, telah terbukti melalui uji klinis.

Oleh karena itu, KAHMI dan YKTI mendesak pemerintah untuk konsisten memberantas impor pakaian bekas ilegal. Pengawasan di pelabuhan, perbatasan, hingga jalur distribusi darat harus diperketat agar praktik ini benar-benar dihentikan. Mereka juga mengingatkan agar penyitaan besar-besaran yang dilakukan pemerintah tidak hanya menjadi ajang pencitraan, melainkan dilanjutkan dengan proses hukum yang jelas terhadap pihak-pihak terpidana.