Print

Pakar kesehatan menyoroti kembali bahaya Bisphenol A (BPA) pada galon air minum isi ulang setelah sejumlah temuan menunjukkan kadar zat tersebut melampaui ambang batas aman yang ditetapkan pemerintah. Epidemiolog dan pakar kesehatan masyarakat, Dicky Budiman, menegaskan bahwa standar global terus diperketat seiring dengan bertambahnya bukti ilmiah mengenai dampak BPA terhadap kesehatan manusia.

Menurut Dicky, Eropa menjadi salah satu kawasan yang paling ketat dalam menetapkan batas asupan harian BPA. Pada 2015, batas tersebut masih 4 mikrogram per kilogram berat badan, namun pada 2023 diturunkan drastis menjadi hanya 0,2 nanogram. Penurunan ini mencerminkan adanya bukti baru bahwa BPA dapat merugikan sistem imun bahkan pada kadar yang sangat rendah. Sebagai perbandingan, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat masih mempertahankan ambang 50 mikrogram per kilogram per hari, meski angka itu kini sedang dikaji ulang. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menetapkan standar global tunggal, tetapi merekomendasikan kewaspadaan ekstra khususnya untuk bayi, anak-anak, dan ibu hamil.

Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan ambang migrasi BPA pada air minum kemasan sebesar 0,6 ppm atau miligram per liter. Air minum kemasan yang aman harus berada di bawah angka tersebut. Namun, Dicky menegaskan bahwa prinsip zero exposure sebaiknya menjadi acuan, terutama bagi kelompok rentan, sehingga paparan BPA ditekan serendah mungkin.

Temuan terbaru BPOM menunjukkan adanya enam daerah dengan kadar BPA pada galon guna ulang yang melampaui ambang batas, yaitu Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Hasil ini memperkuat temuan riset internasional, termasuk studi Harvard pada 2009 yang mencatat peningkatan kadar BPA dalam urin hingga 69% setelah penggunaan kemasan polikarbonat selama satu minggu. Penelitian lain juga menemukan bahwa migrasi BPA dapat meningkat tajam pada suhu tinggi maupun setelah pemakaian berulang.

Sebagai langkah mitigasi risiko, BPOM mewajibkan pelabelan peringatan bahaya pada galon berbahan polikarbonat. Profesor Chalid menilai kebijakan ini penting agar konsumen lebih memahami risiko dan dapat memilih produk dengan sadar. Para pakar pun mendesak pemerintah memperkuat regulasi sekaligus mendorong industri beralih pada bahan alternatif bebas BPA, seperti tritan. Selain itu, edukasi konsumen mengenai penyimpanan dan penggunaan wadah plastik dinilai krusial untuk menekan dampak paparan.

Dicky menutup dengan menegaskan bahwa regulasi tegas, inovasi industri, dan literasi publik harus berjalan seiring demi melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya BPA yang semakin terbukti berisiko tinggi.