Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam memberantas praktik impor ilegal yang kian marak. Menurut Ketua Umum API Jemmy Kartiwa, praktik ini menjadi hambatan terbesar dalam pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Ia menegaskan bahwa masuknya produk impor ilegal bukan hanya merusak persaingan usaha, tetapi juga menggerus penerimaan negara dari sektor pajak dan bea masuk. Produk-produk tekstil dalam negeri dipaksa menghadapi persaingan tidak sehat dengan barang impor murah yang tidak membayar kewajiban pajaknya.
Jemmy mengungkapkan bahwa sejak masa pandemi Covid-19, Indonesia dibanjiri produk impor, terutama karena negara-negara lain tengah mengalami kelebihan stok dan menjual barang mereka dengan harga murah ke pasar domestik. Kondisi ini semakin menekan industri nasional yang sudah berjuang keras bertahan.
Sebagai solusi, ia mengusulkan dua langkah konkret. Pertama, pemerintah diminta menetapkan pelabuhan khusus sebagai entry point untuk importasi pakaian jadi, guna melindungi industri garmen dalam negeri dari praktik predatory pricing. Kedua, tata kelola impor produk jadi harus diperbaiki, khususnya terkait praktik penggunaan kontainer borongan yang selama ini merugikan negara akibat hilangnya potensi bea masuk.
Meski belum ada data pasti mengenai jumlah kerugian, Jemmy menilai praktik impor borongan sarat penyimpangan, termasuk potensi korupsi karena lemahnya pemeriksaan detail barang dan bea masuknya. Ia menekankan bahwa apabila pemerintah benar-benar serius dalam memberantas impor ilegal, maka penerimaan negara dari sektor industri domestik akan meningkat signifikan.
Menteri Keuangan Purbaya sendiri menegaskan komitmennya. Ia menyebutkan bahwa praktik penyelundupan dan impor ilegal melalui jalur pelabuhan tertentu akan menjadi fokus utama pemberantasan, karena dampaknya sangat merugikan industri lokal.