Print

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada September 2025 tercatat sebesar 53,02, turun 0,53 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 53,55. Meski masih berada di zona ekspansi, kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dinilai tetap menghadapi tekanan berat.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menilai data IKI tidak sepenuhnya menggambarkan realitas di lapangan. Menurutnya, perusahaan yang mengalami masalah atau bahkan berhenti produksi umumnya tidak lagi mengisi survei tersebut. “Kalau perusahaan bermasalah dan tutup ikut mengisi, pasti indeksnya jauh lebih rendah,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

Redma mengungkapkan, tren pesanan industri terus menurun dengan utilisasi kapasitas nasional kini berada di bawah 50%. Perhitungan tersebut didasarkan pada kapasitas terpasang seluruh industri, bukan hanya pabrik yang masih beroperasi. Ia juga menyoroti bahwa data utilisasi dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) kerap terlihat tinggi karena tidak memperhitungkan kapasitas pabrik yang sudah berhenti beroperasi.

Ia menambahkan, banyak pengusaha kini cenderung bersikap wait and see sambil menghitung alokasi untuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, langkah PHK masih akan berlanjut selama pasar domestik dibanjiri produk impor.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa meski turun, capaian IKI September 2025 lebih tinggi 0,54 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di angka 52,48. Dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas yang dianalisis, 21 subsektor masih mencatat ekspansi, sementara dua subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri komputer, barang elektronik, dan optik (KBLI 26), serta industri reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (KBLI 33).

Secara rinci, IKI Ekspor turun tipis 0,12 poin menjadi 53,99, sedangkan IKI Domestik melemah 0,72 poin ke level 51,92.