Print

Majelis Rayon Tekstil Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI Tekstil) menyatakan dukungannya terhadap aspirasi kelompok buruh yang meminta kenaikan upah minimum sebesar 10% pada tahun 2026. Dukungan ini didasarkan pada prinsip pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil, Agus Riyanto, menyampaikan bahwa selama bertahun-tahun para pekerja telah menjadi kelompok yang terpinggirkan akibat perlakuan tidak adil dari sistem ekonomi yang berlaku. “Kita bisa melihat ketimpangan ekonomi terjadi di mana-mana, dengan rasio gini yang berada di kisaran 3,8–3,9, bahkan dalam beberapa penelitian sudah mencapai angka 4,1. Artinya, bangsa kita tengah berada dalam kondisi ketimpangan ekonomi yang sempurna,” jelas Agus.

Menanggapi sikap sejumlah asosiasi pengusaha yang cenderung menekan kenaikan upah dengan alasan menjaga daya saing, Agus menilai sudah saatnya pengusaha mencari cara lain untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing. “Jangan terus-menerus menjadikan pekerja sebagai tumbal daya saing,” tegasnya.

Agus juga mengkritik sikap diam asosiasi pengusaha terhadap akar masalah banjir impor yang menguasai pasar dalam negeri. “Mereka memang ikut berteriak soal banjir impor, tapi tidak berani membongkar praktik mafia impor ilegal, di mana oknum bea cukai menjadi pemain utama, serta mafia kuota impor yang melibatkan oknum pejabat di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan yang bekerja sama dengan pengusaha hitam,” ungkap Agus.

Ia pun mendesak para pengusaha untuk berlaku adil dan memberikan kesejahteraan yang lebih besar bagi pekerja, bukan justru bagi pejabat yang pro-impor. “Mudah dilihat, setiap ada upaya membendung impor, selalu saja dihalangi oleh oknum birokrat ini, bahkan menterinya pun ikut campur,” ujar Agus. “Jadi yang harus dibongkar dan dibersihkan adalah pejabat-pejabat yang terlibat dalam mafia impor ilegal dan mafia kuota impor, bukan malah membela mereka yang jelas-jelas merusak industri,” pungkasnya.

Sejalan dengan KAHMI Tekstil, Ketua Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI), Rudiansyah, menuturkan bahwa upah buruh yang layak akan meningkatkan daya beli masyarakat. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sepanjang tahun 2025 terus mengalami penurunan. “Pada Desember 2024 masih berada di level 127,7 basis poin, namun terus menurun hingga Agustus 2025 menjadi 117,2 basis poin,” ungkapnya.

Meski YKTI juga mendukung kenaikan upah untuk mendorong daya beli, Rudiansyah menekankan pentingnya mengarahkan konsumen agar membelanjakan uangnya untuk produk dalam negeri. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga perputaran ekonomi domestik yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, YKTI juga meminta pemerintah untuk lebih serius dalam membuat regulasi dan memperketat pengawasan terhadap barang impor. Sebab, meskipun di satu sisi konsumen diuntungkan dengan harga barang yang murah, di sisi lain hal tersebut justru melemahkan perekonomian dan menggerus daya beli masyarakat. “Kami pernah mengusulkan kepada Kemenperin dan Kemendag agar menerapkan SNI wajib yang selain menjamin standar mutu bagi konsumen, juga bisa menjadi hambatan perdagangan bagi produk impor,” jelas Rudiansyah. “Namun hingga saat ini, surat kami belum mendapat tindak lanjut sama sekali,” pungkasnya.