Kebijakan baru Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menetapkan bea masuk tambahan untuk impor benang kapas melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2025 mendapat respons hati-hati dari pelaku industri tekstil nasional. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) tidak serta-merta menolak, tetapi juga tidak memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan tersebut.
Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, menilai kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri dan menjaga kelancaran rantai pasok nasional itu perlu diimplementasikan secara hati-hati. Menurutnya, aturan ini memiliki tujuan baik, namun keberhasilannya sangat bergantung pada konsistensi dan transparansi pelaksanaan di lapangan.
“Kalau saya sebagai Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) melihat kebijakan tarif bea masuk tindakan pengamanan diatur di PMK Nomor 67 Tahun 2025 ini merupakan langkah pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kelancaran rantai pasok nasional,” ujar Danang, Kamis (23/10/2025).
Meski begitu, Danang menegaskan bahwa dukungan penuh belum bisa diberikan tanpa jaminan implementasi yang benar-benar konsisten. Ia menilai setiap kebijakan baru harus dijalankan secara terukur dan memperhatikan seluruh rantai industri dari hulu hingga hilir agar tidak menimbulkan distorsi.
“Saya mendukung setiap kebijakan yang bertujuan memperkuat daya saing industri nasional, sejauh implementasinya dilakukan secara terukur, transparan, dan mempertimbangkan kondisi rantai pasok industri, mulai dari hulu, antara, hingga hilir,” jelasnya.
Lebih lanjut, Danang menyoroti kekhawatiran klasik yang kerap terjadi di birokrasi, yakni adanya kesenjangan antara regulasi dan pelaksanaan di lapangan. Ia menilai potensi penyimpangan dan kebocoran dalam implementasi bisa mengurangi efektivitas kebijakan yang sejatinya dirancang untuk memperkuat industri nasional.
“Kekhawatiran kita pada gap antara regulasi dengan implementasi. Itu penyimpangan atau kebocoran yang terus-menerus terjadi di birokrasi kita,” tegasnya.
API berharap pemerintah tidak hanya berhenti pada tataran perumusan kebijakan, tetapi juga memastikan pengawasannya berjalan efektif. Menurut Danang, industri tekstil membutuhkan kepastian dan stabilitas agar bisa menyesuaikan diri terhadap kebijakan baru.
“API tidak mendukung dan tidak menolak. API mempertanyakan konsistensi kebijakan dengan implementasi kebijakan,” ujarnya menegaskan.
Seperti diketahui, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan kebijakan safeguard measures terhadap produk benang kapas setelah Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menemukan adanya lonjakan impor yang menyebabkan kerugian serius bagi industri dalam negeri. PMK Nomor 67 Tahun 2025 ini mulai berlaku 10 hari setelah diundangkan pada 20 Oktober 2025 dan akan diterapkan selama tiga tahun.
Berdasarkan beleid tersebut, tarif bea masuk tambahan ditetapkan sebesar Rp7.500 per kilogram pada tahun pertama, Rp7.388 per kilogram pada tahun kedua, dan Rp7.277 per kilogram pada tahun ketiga. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh negara, kecuali 120 negara yang dikecualikan sebagaimana tercantum dalam PMK 67/2025.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap industri pemintalan dalam negeri dapat kembali bergairah dan memperoleh perlindungan yang lebih kuat dari gempuran produk impor. Namun, bagi pelaku industri seperti API, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada sejauh mana pemerintah mampu menjamin penerapan yang konsisten, bersih, dan berpihak pada industri nasional.