Print

Pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengaku keberatan jika nantinya diwajibkan menjual produk tekstil lokal. Mereka menilai pakaian produksi dalam negeri masih kalah dari segi kualitas dan harga dibandingkan produk impor yang banyak diminati pembeli.

Dani, salah satu pedagang di Pasar Senen, mengatakan bahwa konsumen lebih tertarik membeli pakaian impor karena kualitasnya bagus dan harganya terjangkau. Sebaliknya, pakaian lokal dinilai kurang awet dan harganya lebih mahal. “Jual di sini tergantung peminatnya. Sekarang banyak yang cari impor. Kalau disuruh jual lokal bisa saja, tapi peminatnya kurang dan kualitasnya juga enggak bagus-bagus banget,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).

Ia mencontohkan, pakaian lokal sering kali cepat melar atau benangnya terlepas setelah beberapa kali dicuci, baik secara manual maupun menggunakan mesin cuci. “Biasanya setelah dicuci tiga kali, sudah mulai melar, atau ada juga yang gampang luntur,” katanya.

Pendapat serupa disampaikan oleh Surni, pedagang lain yang juga menjual pakaian bekas impor. Ia menilai produk lokal sering kali tidak sebanding antara harga dan kualitasnya. “Pakaian lokal kadang harganya agak mahal, tapi kualitas masih kalah dari impor. Dipakai sering malah jadi melebar, kalau dicuci kadang makin lentur dan bahannya mudah luntur,” ujarnya.

Menurutnya, pakaian bekas impor tetap diminati karena sebagian besar berasal dari Jepang dan Korea Selatan. “Walaupun bekas, tapi kualitasnya lumayan karena diimpor dari Jepang dan Korea,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah akan menghentikan impor pakaian bekas yang masuk secara ilegal. Langkah ini diambil untuk melindungi industri dalam negeri serta menghidupkan kembali sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tekstil.

Purbaya menegaskan, setelah impor pakaian bekas ilegal ditindak, pasar seperti Pasar Senen tidak akan kehilangan pasokan. Pemerintah akan memastikan produk penggantinya berasal dari produsen dalam negeri. “Nanti kita isi dengan barang-barang dalam negeri. Tujuannya bukan untuk mematikan usaha, tetapi justru menghidupkan UMKM yang bisa menyerap tenaga kerja dan mendukung produksi lokal,” ujarnya.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap produsen tekstil dalam negeri dapat bangkit kembali, sementara masyarakat tetap mendapatkan pilihan pakaian berkualitas dari hasil produksi lokal.