Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam memperkuat sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebagai pilar utama industri manufaktur nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa Indonesia siap menjadi mitra strategis sekaligus pusat inovasi dan pertumbuhan global industri tekstil, seiring dengan upaya pemerintah mendorong daya saing sektor ini di kancah internasional.
Dalam konferensi tahunan ITMF & IAF World Fashion Convention 2025 di Yogyakarta, Agus menegaskan bahwa sektor TPT Indonesia telah membuktikan ketangguhan dan adaptabilitasnya di tengah ketidakpastian global. Ia juga menampik anggapan bahwa industri ini merupakan sunset industry, karena data menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dalam setahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, industri TPT tumbuh 5,39 persen dan memberikan kontribusi sebesar 0,98 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Untuk mempertahankan momentum tersebut, Kemenperin menerapkan lima langkah strategis. Langkah pertama adalah memberikan kemudahan investasi dan perizinan melalui penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Kebijakan ini menghadirkan sistem Online Single Submission (OSS) terbaru yang mempermudah dan mempercepat proses perizinan secara transparan serta efisien.
Langkah kedua yaitu restrukturisasi mesin dan peralatan bagi industri TPT. Program ini mendorong perusahaan mengganti mesin lama dengan teknologi hemat energi, yang terbukti mampu meningkatkan kapasitas produksi sebesar 21,75 persen, efisiensi energi 11,86 persen, dan penyerapan tenaga kerja hingga 3,96 persen.
Ketiga, pemerintah menyalurkan skema Kredit Industri Padat Karya dengan total pembiayaan hingga Rp20 triliun pada tahun 2025. Dana ini ditujukan untuk membantu sekitar 2.000 hingga 10.000 perusahaan, terutama produsen tekstil dan pakaian, dalam melakukan ekspansi dan menjaga stabilitas tenaga kerja.
Langkah keempat berupa pemberian fasilitas Masterlist impor barang modal. Melalui kebijakan ini, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk bagi perusahaan yang mengimpor mesin dan peralatan guna meningkatkan efisiensi produksi serta daya saing.
Langkah kelima adalah pemberian berbagai insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, investment allowance, dan super deduction tax. Insentif ini diberikan kepada perusahaan yang berinvestasi dalam riset, pengembangan, serta pendidikan vokasi untuk mendorong inovasi dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
Agus menegaskan bahwa rangkaian kebijakan tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah dalam membangun ekosistem industri TPT yang tangguh, berkelanjutan, dan berdaya saing global. Ia juga menyoroti keberhasilan produk tekstil Indonesia di pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat. Komoditas pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) mencatatkan surplus perdagangan sebesar USD 1,86 miliar, melampaui nilai ekspor alas kaki yang mencapai USD 1,85 miliar.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, turut mengapresiasi langkah pemerintah yang terus menghadirkan kebijakan berpihak pada industri padat karya. Menurutnya, konferensi dunia tersebut menjadi momentum penting bagi pelaku industri tekstil dan fashion global untuk berkolaborasi, berinovasi, dan memperkuat sinergi di tengah tantangan perubahan rantai pasok dan dinamika perdagangan dunia.
Dengan dukungan kebijakan yang terarah dan berkelanjutan, industri tekstil Indonesia diyakini akan semakin kokoh menghadapi persaingan global serta bertransformasi menjadi salah satu pusat pertumbuhan dan inovasi tekstil dunia.