Print

Langkah tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memberantas peredaran pakaian bekas impor atau thrifting ilegal disambut positif oleh para pelaku industri tekstil dan garmen nasional. Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) bahkan langsung mendatangi kantor Purbaya untuk menyampaikan dukungan sekaligus membahas strategi penguatan daya saing industri tekstil dalam negeri.

Ketua AGTI, Anne, menilai kebijakan larangan thrifting merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah serius melindungi industri tekstil nasional dari gempuran produk impor murah yang selama ini merusak pasar domestik. Ia menyebut barang bekas yang telah melalui proses kepabeanan tidak seharusnya beredar di pasar lokal karena berpotensi mematikan industri dalam negeri yang berorientasi produksi.

“Barang yang sudah melalui kepabeanan tidak seharusnya beredar di pasar domestik. Industri lokal harus mendapat perlindungan agar bisa tumbuh,” kata Anne dalam keterangannya, Selasa (4/11).

Dalam pertemuan tersebut, AGTI memaparkan peta jalan (roadmap) penguatan daya saing industri garmen dan tekstil nasional. Peta jalan itu berfokus pada pemetaan peluang dan tantangan industri ke depan, termasuk peningkatan kapasitas produksi, efisiensi rantai pasok, serta inovasi produk agar dapat bersaing di pasar global.

Anne juga menegaskan bahwa larangan thrifting tidak berdampak negatif terhadap lapangan kerja. Justru, sejumlah anggota AGTI kini tengah menambah kapasitas produksi dan membuka perekrutan tenaga kerja baru. “Tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Justru ada yang pensiun dan kami rekrut kembali. Bahkan salah satu anggota kami akan segera meresmikan pabrik baru. Artinya, industri ini terus tumbuh,” ujarnya optimistis.

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmennya menertibkan perdagangan pakaian bekas impor ilegal. Kebijakan tersebut, kata dia, bukan semata untuk melindungi industri tekstil, tetapi juga untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.

“Banyak barang-barang yang ilegal, yang balpres itu semua. Kita akan tutup, supaya industri domestik dan tekstil domestik bisa hidup,” tegas Purbaya.

Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah akan memperkuat regulasi yang tertuang dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Impor. Selain memperjelas larangan, pemerintah juga akan menambahkan sanksi berupa denda bagi importir nakal agar negara tidak terus menanggung biaya pemusnahan barang sitaan.

Tak hanya itu, Purbaya meminta jajaran Bea Cukai memperketat pengawasan di pelabuhan dan menindak tegas pelaku impor ilegal yang masih beroperasi. Menurutnya, perlindungan terhadap industri lokal adalah langkah awal menuju kekuatan ekonomi yang tangguh sebelum bersaing di pasar ekspor.

“Kalau tekstil kita mau hidup, kita harus buat domestic base yang kuat. Nanti kalau mereka makin kuat, daya saingnya makin bagus, baru kita serang ke luar negeri,” ujarnya.

Pertemuan antara Purbaya dan AGTI menjadi sinyal positif bahwa pemerintah dan pelaku industri kini berada dalam satu visi untuk memulihkan kekuatan tekstil nasional. Dengan dukungan kebijakan yang tegas dan semangat ekspansi dari pelaku industri, Indonesia berpeluang besar membangkitkan kembali kejayaan sektor tekstil dan garmen di pasar domestik maupun global.

 
 
 
 
 
 
ChatGPT dapat mem