Industri tekstil Indonesia kembali menjadi sorotan dalam seminar Indonesia, Sustainable Sourcing Hub For Textile, Apparel and Beyond yang digelar di Australia pada Kamis (20/11). Acara tersebut menjadi penutup rangkaian Global Sourcing Expo (GSE) 2025 serta menghadirkan diskusi mendalam mengenai peluang kemitraan rantai pasok tekstil antara Indonesia dan Australia.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung, Ronny Ahmad Nurudin menegaskan bahwa pelaku industri kecil menengah (IKM) Bandung siap memperluas pasar ekspor melalui kolaborasi manufaktur dengan pelaku industri kreatif Australia. Ia menekankan bahwa Bandung sejak lama dikenal sebagai pusat ekosistem tekstil nasional, dari hulu hingga hilir. Melalui skema IA-CEPA, meningkatnya preferensi terhadap produksi etis, serta kebutuhan pesanan skala kecil berkualitas tinggi, pasar Australia dinilai semakin terbuka.
Ronny menambahkan bahwa keunggulan IKM Bandung terletak pada kemampuan produksi kreatif, inovasi desain, penggunaan pewarna alami, hingga pengerjaan small-batch premium yang diminati pasar internasional.
Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Vanuatu, Siswo Pramono, turut menyoroti daya saing kuat Indonesia dalam rantai pasok global. Nilai ekspor tekstil Indonesia meningkat signifikan dari USD 9,1 miliar pada 2020 menjadi sekitar USD 11 miliar pada 2024. Meski menghadapi tantangan seperti tarif tinggi di Amerika Serikat dan persaingan dengan produk impor murah, Indonesia tetap memiliki keunggulan berupa infrastruktur industri, tenaga kerja terampil, dan kapasitas produksi yang besar.
Dalam diskusi, konsep “Designed in Australia, crafted in Indonesia” menjadi gagasan utama untuk meningkatkan daya saing kedua negara. Kolaborasi ini menawarkan efisiensi produksi dari Indonesia dan kekuatan desain dari Australia. Siswo menilai, pendekatan tersebut memungkinkan Australia menciptakan produk unggulan dengan biaya lebih kompetitif, sekaligus memberikan nilai tambah bagi kapasitas industri Indonesia.
Ronny juga menyoroti pertumbuhan industri tekstil Australia yang mengalami lonjakan signifikan. Ekspor tekstil Australia tercatat sekitar USD 230 juta pada 2020 dan meningkat hampir dua kali lipat menjadi sekitar USD 500 juta pada 2024. Peningkatan ini membuka peluang besar untuk menciptakan titik temu kolaboratif, di mana kedua negara memperkuat daya saing tanpa saling menyaingi.
Ia meyakini bahwa kolaborasi Indonesia–Australia tidak lagi sekadar transaksi perdagangan, tetapi menjadi fondasi penciptaan keunggulan bersama dalam pasar global. Kerja sama ini dipandang mampu membuka jalan bagi masa depan industri tekstil yang lebih kreatif, berkelanjutan, dan kompetitif.
Kegiatan tersebut menegaskan bahwa sinergi antara Indonesia dan Australia merupakan langkah strategis dalam membangun rantai pasok tekstil masa depan yang kuat, efisien, serta berorientasi ekspor. Kota Bandung mengambil peran penting sebagai motor pendorong, membawa industri kreatif lokal untuk terus melangkah ke pasar internasional.