Kain perca selama ini kerap dipandang sebagai limbah tanpa manfaat dalam industri fashion dan konveksi. Namun di Yogyakarta, potongan-potongan kecil tersebut justru berubah menjadi produk kreatif bernilai ekonomi tinggi melalui sentuhan tangan para perajin disabilitas. Mereka menghasilkan berbagai kerajinan—mulai dari aksesori, totebag, hingga dekorasi unik—yang bukan hanya indah, tetapi juga ramah lingkungan.
Upaya pemberdayaan ini mendapat perhatian khusus dari Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo. Dalam sambutannya pada Talkshow PKM Nasional bersama Komunitas Kain Perca di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) Yogyakarta, Hasto menekankan bahwa kreativitas ini mampu menjawab persoalan limbah tekstil sekaligus membangun ekonomi sirkular. Menurutnya, eco-craft berbasis kain perca bukan hanya menghasilkan produk, tetapi juga membangun kesadaran akan pentingnya gaya hidup berkelanjutan. Keberlanjutan, kata Hasto, tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan sosial.
Hasto juga mendorong keterlibatan anak muda dalam gerakan ini. Energi kreatif generasi muda perlu difasilitasi, salah satunya melalui kolaborasi dengan PDIN yang diharapkan dapat terkoneksi dengan berbagai komunitas hingga mampu menghadirkan desain produk perca yang semakin inovatif. Ia memberikan apresiasi kepada Komunitas Kain Perca Jogja beserta seluruh pihak yang terus memperkuat ekosistem kreatif berbasis keberlanjutan. Ia berharap kegiatan ini menjadi langkah awal kolaborasi lebih luas, memajukan UMKM, dan menjadikan kain perca sebagai sumber kebanggaan.
Dari sisi penyelenggara, Pendiri Rumah Kreatif Jogja, Yenny Christin, menyampaikan bahwa 15 peserta dari Yogyakarta, Sleman, dan Bantul terlibat dalam program tahun ini, seluruhnya merupakan penyandang disabilitas. Program ini telah berjalan selama empat tahun dan terus memperlihatkan hasil yang membanggakan. Para peserta disabilitas dinilai sangat tekun dan teliti, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang rapi dan layak jual. Seluruh karya telah melalui proses kurasi dan akan dipamerkan serta dipasarkan melalui Rumah Kreatif.
Yenny menjelaskan bahwa kampanye mengurangi limbah tekstil kini semakin digencarkan. Dari sisa-sisa kain perca, para peserta mampu menciptakan berbagai produk bernilai, seperti tempat hantaran, kursi, pakaian, hingga aksesori seperti kalung. Ia menegaskan bahwa limbah fashion yang terus meningkat dapat menjadi ancaman lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Melalui kreativitas dan kepedulian, limbah dapat berubah menjadi karya bernilai tinggi yang membawa manfaat ekonomi dan lingkungan.