Menteri Koperasi Ferry Juliantoro mengungkapkan bahwa koperasi di Indonesia pernah menjadi kekuatan besar dalam perekonomian nasional. Pada masa sebelum kebijakan ekonomi pasar bebas diberlakukan, koperasi tidak hanya mengelola usaha skala kecil, tetapi juga mengoperasikan industri tekstil, garmen, bahkan memiliki bank sendiri. Ia mencontohkan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) yang memiliki industri tekstil hingga garmen, serta Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) yang awalnya berada di bawah kepemilikan koperasi.
Menurut Ferry, pada masa kakek Presiden Prabowo Subianto, Margono Djojohadikusumo, koperasi berdiri sebagai pilar ekonomi yang selaras dengan gagasan para pendiri bangsa. Koperasi bergerak di berbagai sektor, termasuk peternakan sapi perah dan usaha tahu tempe. Namun, perubahan besar terjadi ketika Indonesia harus menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Kesepakatan tersebut membuat pemerintah harus mengikuti aturan pasar bebas, yang pada akhirnya menggeser peran negara dalam mengatur perekonomian sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33 dan 34.
Ferry menjelaskan bahwa sejak pemerintah mulai menyerahkan arah ekonomi kepada mekanisme pasar bebas, muncul ketimpangan antarpelaku usaha. Tanpa intervensi negara, pasar didominasi oleh kelompok ekonomi besar yang memonopoli ruang gerak pelaku usaha lainnya. Kondisi ini jauh berbeda dari prinsip awal perekonomian Indonesia yang menempatkan koperasi sebagai sokoguru ekonomi rakyat.
Kini, dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden, pemerintah kembali menyoroti pentingnya pembangunan ekonomi dari tingkat bawah, sebagaimana tercantum dalam Asta Cita keenam. Ferry menilai bahwa apa yang dilakukan pemerintah saat ini sejatinya merupakan upaya mengembalikan peran koperasi sesuai cita-cita para pendiri bangsa. Ia menegaskan bahwa Kementerian Koperasi memahami tanggung jawab besar untuk mengejar ketertinggalan dari BUMN dan sektor swasta.
Pemerintah menargetkan 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dapat beroperasi pada Maret 2026 sebagai ujung tombak ekonomi kerakyatan. Berbagai persiapan tengah dipercepat, termasuk pembangunan gerai dan gudang koperasi di berbagai daerah. Pembangunan ini didukung pendanaan dari Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) melalui PT Agrinas Pangan Nusantara, serta bantuan pengawalan dari TNI. Langkah ini menjadi bagian dari upaya revitalisasi koperasi sebagai fondasi ekonomi nasional yang lebih inklusif dan berkeadilan.