Print

Inovasi tekstil berkelanjutan kini memasuki babak baru, dan Indonesia berada di garis terdepan. Dalam ajang Karpas Dyealogue 2025 yang diselenggarakan di Jakarta, dunia mode dibuat terpukau oleh penemuan pewarna alami berbahan dasar daun kelapa sawit—material yang selama ini dianggap tidak bernilai. Di tangan Karpas Ethnique, daun sawit tidak hanya menjadi sumber warna alami, tetapi juga menawarkan stabilitas, estetika premium, dan potensi besar bagi industri global.

Forum tersebut membuka dialog antara para ahli tekstil, peneliti keberlanjutan, pegiat budaya, hingga penggerak ekonomi perempuan. Sorotan utamanya adalah peluncuran Earth Tone Series, rangkaian warna kelas premium yang lahir dari ekstraksi daun sawit. Hasil riset membuktikan bahwa warna dari daun sawit memiliki daya stabil tinggi pada berbagai jenis kain seperti katun, sutra, rayon, hingga tencel. Selain aman bagi lingkungan, warna ini juga menampilkan karakter estetis yang mampu bersaing di pasar mode internasional. Temuan ini bukan hanya gebrakan kreatif, tetapi juga membuka peluang ekonomi hijau bernilai besar dengan menjadikan limbah perkebunan sebagai komoditas baru bernilai tinggi.

Selain inovasi daun sawit, forum juga menghadirkan karya Indigo Shibori yang menggambarkan proses kreatif berbasis meditasi dan tradisi, menciptakan kain yang seolah memiliki napas. Karya tersebut semakin menegaskan bahwa inovasi tidak perlu meninggalkan akar budaya, tetapi justru dapat memperkuatnya.

Ratih Wahyu Saputri, Founder dan Creative Director Karpas Ethnique, menegaskan bahwa inovasi ini lahir dari filosofi sederhana namun mendalam: apa yang berasal dari bumi harus kembali menyembuhkan manusia. Ia menolak anggapan bahwa material limbah tidak bernilai, menjelaskan bahwa yang disebut limbah hanyalah sesuatu yang fungsinya belum ditemukan kembali oleh manusia. Di balik kesuksesan tersebut, terdapat tim riset dan kreatif yang bekerja dalam senyap, menerapkan nilai-nilai pengetahuan, akuntabilitas, respek, performa, kelincahan, dan keberlanjutan.

Melalui inovasi daun sawit, Indonesia membuktikan diri bukan hanya sebagai pengikut tren global, tetapi pemimpin perubahan di industri warna alami dunia. Acara ditutup dengan peragaan busana yang memadukan tradisi, keberlanjutan, dan visi masa depan, menjadikan Jakarta bukan sekadar kota penyelenggara acara, tetapi titik awal revolusi tekstil yang lebih hijau, beretika, dan manusiawi bagi dunia.