Kelompok pengusaha pakaian jadi yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) kembali menyampaikan dukungannya pada pemerintah terkait pelarangan importasi pakaian bekas. Hal ini menyusul desakan yang disampaikan oleh beberapa pihak termasuk kelompok pedagang yang meminta importasi pakaian bekas dilegalkan dengan pengaturan melalui mekanisme kuota.
Ketua Umum IPKB, Nandi Herdiaman menyatakan bahwa semua negara melarang importasi pakaian bekas karena tidak ada satupun bangsa didunia yang ingin menjadikan negaranya sebagai tempat sampah dari negara lain. “Daya rusaknya sudah sangat jelas, dimana ribuan IMKM dan ratusan ribu UMKM sudah tutup dan jutaan orang telah kehilangan pekerjaannya” ungkapnya
Nandi mengklaim bahwa sikapnya didukung penuh oleh seluruh stakeholder industri dari hulu sampai hilir. Karena tutupnya usaha di hilir berimbas juga pada sektor antara yang memproduksi kain sebagai bahan baku pakaian hingga sektor hulu yang memproduksi benang dan serat sebagai bahan baku kain. “Produsen kain dan benang hingga serat sudah sekitar 80 perusahaan yang tutup dan mem-PHK ratusan ribu karyawan” jelasnya.
Tolak Penjualan Domestik Dari Kawasan Berikat
Dalam kesempatan yang sama, Nandi juga menolak rancangan peraturan menteri keuangan dan menteri perindustrian yang akan mengizinkan penjualan dari kawasan berikat (KB) hingga 100% ke pasar domestik melalui mekanisme kuota yang diterbitkan oleh kemenperin. Menurut Nandi, penjualan produk KB, GB maupun PLB kepasar akan menambah tekanan bagi produsen dalam negeri yang berorientasi pasar domestik. “Terlebih jika produk yang dijualnya adalah produk akhir yang langsung dijual ke retail” tegas Nandi.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil menyatakan bahwa selain akan terjadi persaingan yang tidak fair, pemberian ijin melalui kuota akan menambah permasalahan bagi industri menyusul carut-marut pemberian kuota impor yang saat ini terjadi ditubuh Kemenperin.
“Pemberian kuota impor dari Kemenperin yang melekat dalam Pertimbangan Teknis (Pertek) telah menyebabkan kerusakan moral yang sangat masif diantara oknum pejabat dan pengusaha yang membutuhkan ijin impor” ungkap Agus. Kemudian ia menambahkan bahwa dengan adanya tambahan kuota bagi Perusahaan di KB maka kerusakan moral ini akan menyebar pada Perusahaan yang berada di KB. Agus menyarankan agar Perusahaan di KB yang ekspornya kecil untuk dicabut fasilitas KB nya agar bisa berdagang dipasar domestik secara fair bersama produsen lainnya.
Kemudian Agus menekankan agar Kemenperin lebih dahulu berfokus pada pembersihan internal dari jeratan mafia kuota impor yang menjadi penyebab kegagalan program substitusi impor. “Tidak hanya terjadi disektor tekstil, ini kan terjadi juga disektor besi baja, kimia, ban, elektronik, mainan dan lain sebagainya. Angka impor sektor manufaktur yang naik terus menjadi cerminan kegagalan program substitusi impor yang digembar-gemborkan kemenperin beberapa tahun lalu” jelasnya.