Praktik impor baju bekas ilegal kembali menjadi sorotan setelah Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa maraknya pakaian bekas impor berpotensi besar mengancam keberlangsungan industri tekstil dalam negeri. Pandangannya muncul menanggapi rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang tengah menggencarkan upaya pemberantasan perdagangan baju bekas ilegal di Indonesia.
Meskipun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 telah secara tegas melarang aktivitas impor pakaian bekas, fakta di lapangan menunjukkan bahwa distribusi barang tersebut masih terus terjadi. Nailul menyebutkan bahwa setelah aturan diberlakukan, impor pakaian bekas sempat anjlok pada tahun 2023. Namun, jumlahnya kembali meningkat pada 2024 hingga mencapai USD1,5 juta. Bahkan, pada Januari–Agustus 2025, nilai impor baju bekas ilegal kembali menembus angka yang sama.
Menurutnya, keberadaan data impor tersebut justru mengindikasikan adanya pelanggaran yang terjadi dalam proses penerimaan barang di pelabuhan. Ia menilai pengaturan impor yang dilakukan Bea Cukai masih membuka celah masuknya pakaian bekas secara ilegal dan tetap tercatat. Karena itu, Nailul menegaskan bahwa praktik tersebut telah memasuki ranah kriminal akibat adanya pembiaran terhadap barang yang jelas dilarang masuk ke Indonesia.
Di saat para pelaku usaha thrifting menyatakan ancaman terhadap bisnis mereka, Nailul justru menilai tindakan penegakan hukum ini harus dipertegas sebagai bentuk perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah di sektor tekstil nasional. Menurutnya, banjir pakaian bekas impor membuat industri lokal kian terpuruk.
Persaingan harga menjadi salah satu tantangan paling berat. Nailul mengungkapkan bahwa pakaian bekas impor dari Taiwan hanya dihargai sekitar Rp1.700 hingga Rp2.000 per potong. Jika ditambahkan ongkos lain sebesar Rp2.000, harga pokok penjualan hanya sekitar Rp4.000. Pakaian tersebut kemudian dapat dijual Rp15.000 per potong dan tetap memberikan keuntungan besar. Sementara itu, biaya produksi pakaian di Indonesia mencapai Rp90.000 hingga Rp98.000 per potong sehingga mustahil bersaing dalam pasar yang sama.
Oleh sebab itu, meskipun banyak pihak merasa khawatir dan menolak pengetatan aturan impor pakaian bekas, Nailul menyatakan bahwa kebijakan pemberantasan harus terus berjalan. Ia menegaskan bahwa industri tekstil dalam negeri sudah cukup tertekan oleh banjir produk impor, terlebih dengan masuknya pakaian bekas yang dijual jauh di bawah harga produksi lokal. Menurutnya, melindungi industri tekstil nasional menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan ekonomi dan tenaga kerja dalam negeri.