Print

Upaya menanggulangi limbah tekstil terus dilakukan melalui berbagai pendekatan inovatif. Salah satunya datang dari Sayekti Wahyuningsih, dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, yang mengembangkan pewarna kain ramah lingkungan berbahan dasar daun dan bunga. Inovasi tersebut diterapkan dalam kegiatan Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) di Rumah Produksi Batik Tandan Daun, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sayekti yang merupakan dosen Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS menjelaskan bahwa pengembangan pewarna alami ini dilatarbelakangi oleh kepeduliannya terhadap persoalan polutan limbah tekstil. Sebagai akademisi yang menekuni bidang kimia lingkungan, ia berupaya menghadirkan solusi yang tidak hanya aplikatif, tetapi juga berkelanjutan bagi industri tekstil.

Menurut Sayekti, penggunaan bahan alami seperti daun dan bunga dalam proses pewarnaan kain bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap zat kimia sintetis yang berpotensi mencemari lingkungan. Selama ini, industri tekstil, terutama skala tradisional, kerap menjadi penyumbang limbah berbahaya akibat penggunaan pewarna kimia yang sulit terurai.

Ia menuturkan bahwa kain dengan pewarna alami justru memiliki ketahanan yang baik dan tidak merusak lingkungan. Bahan-bahan seperti daun, bunga, dan tumbuhan lainnya setelah digunakan akan kembali terurai ke tanah, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Selain itu, pewarna alami dinilai lebih aman dan ramah bagi lingkungan sekitar.

Pemanfaatan warna alam juga dinilai memiliki keunggulan dari sisi biaya produksi. Bahan baku pewarna dapat diperoleh dari lingkungan sekitar tanpa perlu proses pengolahan yang kompleks. Proses pewarnaan pun relatif tidak memakan waktu lama. Untuk mendapatkan hasil optimal, Sayekti menjelaskan bahwa kain yang digunakan sebaiknya memiliki daya serap tinggi, seperti sutra, rayon, dan katun.

Meski demikian, ia mengakui bahwa penerapan pewarna alami dalam industri tekstil merupakan kombinasi antara proses kerajinan dan seni, sehingga nilai produk yang dihasilkan bersifat variatif. Namun, potensi pengembangannya cukup besar seiring meningkatnya kesadaran terhadap produk berkelanjutan.

Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS, Dimas Rahadian Aji Muhammad, menyampaikan bahwa kegiatan P2M merupakan bagian dari kewajiban dosen untuk mengimplementasikan kepakaran akademik kepada masyarakat. Ia menambahkan, UNS bersama pemerintah telah menyediakan berbagai skema pendanaan untuk mendukung dosen dalam melaksanakan program pengabdian masyarakat.

Pendampingan di Bantul, menurut Dimas, telah dilakukan secara berkelanjutan sejak 2023 melalui berbagai skema pendanaan. Hal ini dinilai penting karena pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan, melainkan membutuhkan proses pendampingan yang konsisten agar dampak yang dihasilkan dapat dirasakan secara jangka panjang.

Melalui inovasi pewarna alami ini, UNS berharap dapat berkontribusi dalam mendorong praktik industri tekstil yang lebih ramah lingkungan sekaligus memberdayakan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.