Sepanjang 2025, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali berada dalam tekanan berat. Bersama sektor garmen dan alas kaki, industri padat karya ini menjadi salah satu penyumbang terbesar pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Tekanan tersebut sudah terasa sejak awal tahun, ditandai dengan langkah efisiensi perusahaan, penutupan lini produksi, hingga penghentian operasional pabrik di sejumlah kawasan industri, khususnya di Pulau Jawa.
Di Kabupaten Tangerang, pemerintah daerah mencatat ribuan pekerja kehilangan pekerjaan pada Januari 2025. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Rudi Hartono, menyebut sekitar 2.400 karyawan terdampak PHK di salah satu perusahaan tekstil. Proses tersebut, menurutnya, telah dibahas sejak Desember 2024 dan dilakukan dengan koordinasi bersama serikat buruh. Kasus ini menjadi gambaran awal dari tekanan yang kemudian meluas sepanjang tahun.
Situasi tersebut diperkuat oleh catatan serikat pekerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut bahwa dalam periode Januari hingga Februari 2025 saja, jumlah korban PHK telah melampaui 60.000 orang. PHK tersebut terjadi di berbagai sektor padat karya, termasuk tekstil, garmen, sepatu, dan elektronik, serta melibatkan sedikitnya 50 perusahaan. Dari jumlah itu, sekitar 15 perusahaan dilaporkan telah dinyatakan pailit.
Di sisi lain, data resmi pemerintah menunjukkan angka yang juga terus meningkat. Berdasarkan portal Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang Januari hingga November 2025 tercatat 79.302 tenaga kerja terdampak PHK yang terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Jumlah ini bahkan telah melampaui total PHK sepanjang 2024 yang mencapai 77.965 orang.
Namun, serikat pekerja menilai angka administratif tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di lapangan. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat hingga Oktober 2025, sebanyak 126.160 pekerja anggotanya kehilangan pekerjaan. Presiden KSPN Ristadi menyatakan perbedaan angka ini terjadi karena masih banyak perusahaan yang tidak melaporkan PHK secara resmi kepada pemerintah.
Menurut KSPN, sekitar 79 persen dari total PHK yang mereka catat berasal dari sektor tekstil, garmen, dan sepatu, atau setara hampir 100 ribu pekerja. Dominasi sektor ini menegaskan bahwa industri TPT masih menjadi kelompok paling rentan di tengah tekanan ekonomi, persaingan global, serta derasnya arus impor.
Gelombang PHK yang terus berlanjut menunjukkan bahwa persoalan di industri tekstil tidak semata menyangkut tenaga kerja, tetapi juga mencerminkan rapuhnya ekosistem industri padat karya secara keseluruhan. Tekanan terjadi dari hulu hingga hilir, mulai dari industri serat dan benang hingga garmen yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Tanpa intervensi kebijakan yang lebih kuat dan