Print

Industri tekstil dan pakaian jadi Amerika Serikat tengah menghadapi periode sulit seiring dengan melemahnya permintaan global yang terus menekan angka ekspor nasional. Berdasarkan data terbaru dari Office of Textiles and Apparel (OTEXA) Departemen Perdagangan AS, nilai ekspor sektor ini turun sebesar 3,63 persen menjadi $16,73 miliar sepanjang periode Januari hingga September 2025. Penurunan ini menandai kontraksi tahunan kedua berturut-turut, sekaligus membalikkan tren pemulihan pasca-pandemi yang sempat terlihat pada tahun 2022.

Lesunya kinerja ekspor ini mencerminkan kombinasi dari melunaknya permintaan konsumen global, persaingan harga yang semakin tajam dari pemasok Asia, serta sikap hati-hati para peritel dalam melakukan pemesanan stok. Kondisi ini paling terasa pada mitra dagang utama AS di kawasan Amerika Utara dan Amerika Tengah. Pengiriman ke Meksiko, yang merupakan pasar terbesar AS, merosot 7,56 persen menjadi $4,95 miliar. Penurunan ini menjadi sinyal melambatnya aktivitas manufaktur garmen di Meksiko, yang selama ini sangat bergantung pada pasokan benang dan kain dari pabrik-pabrik di Amerika Serikat.

Fenomena serupa juga terjadi di Honduras dan Republik Dominika, di mana ekspor AS mengalami penurunan drastis hingga belasan persen. Melemahnya pesanan dari merek-merek besar Amerika telah mengguncang rantai pasok regional yang terhubung melalui perjanjian perdagangan CAFTA-DR. Saat ini, banyak merek global sedang melakukan penyeimbangan ulang inventaris dan volume pengadaan mereka, yang berdampak langsung pada aliran bahan baku dari Amerika Serikat ke pabrik-pabrik garmen di wilayah tersebut.

Namun, di tengah kelesuan pasar tradisional, muncul titik terang dari pasar Eropa dan Jepang. Ekspor ke Belanda, Jepang, dan Belgia justru mencatat kenaikan signifikan hingga 14,65 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh permintaan yang stabil untuk tekstil teknis (technical textiles) dan kain khusus (niche fabrics). Selain itu, para produsen di Eropa tampaknya mulai melakukan penyesuaian strategi pengadaan dengan mendiversifikasi pemasok bahan baku guna mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada input dari Asia.

Jika ditinjau berdasarkan kategori produk, pakaian jadi mengalami penurunan paling tajam sebesar 5,49 persen karena kalah bersaing secara harga dengan produsen biaya rendah. Ekspor benang juga anjlok 5,56 persen, merefleksikan lesunya aktivitas di penggilingan regional yang menghadapi arus pesanan yang lambat. Sementara itu, ekspor kain dan barang jadi lainnya mengalami penurunan yang lebih moderat.

Penurunan pengiriman ke Tiongkok juga menjadi sorotan penting yang menggambarkan pergeseran struktural dalam industri global. Saat ini, Tiongkok semakin mampu memproduksi input tekstil hulu secara mandiri di dalam negeri, sehingga kebutuhan akan impor bahan baku dari Amerika Serikat terus berkurang. Dengan capaian ekspor tahunan yang kini berfluktuasi di bawah angka $23 miliar, industri tekstil Amerika Serikat kini berada di bawah tekanan besar untuk mencari strategi baru agar tetap kompetitif di tengah peta persaingan global yang semakin dinamis.