Print

Sektor pakaian jadi di Britania Raya mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan struktural yang pasti. Berdasarkan data terbaru dari Office for National Statistics (ONS), volume impor pakaian mencatatkan kenaikan secara bulanan (month-on-month) pada Oktober 2025. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa periode "pembersihan stok" atau de-stocking agresif yang terjadi sepanjang 2023–2024 telah resmi berakhir.

Meskipun angka tahunan menunjukkan sedikit penurunan sebesar 3,1 persen, tren bulanan memberikan harapan baru. Total impor pakaian untuk kuartal yang berakhir pada Oktober mencapai £5,4 miliar, melonjak 11,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Para peritel besar kini kembali aktif melakukan pemesanan untuk memenuhi permintaan konsumen yang mulai stabil setelah hampir dua tahun menerapkan strategi inventaris ketat akibat krisis biaya hidup.

Strategi "Just-in-Time" dan Keberhasilan Peritel Besar

Industri ritel Inggris saat ini sedang melakukan kalibrasi ulang untuk menghadapi era belanja hibrida. Data dari Mintel memproyeksikan bahwa pasar pakaian Inggris akan mencapai nilai £67,8 miliar pada akhir tahun 2025. Pertumbuhan ini didukung oleh model pengadaan barang just-in-time yang berhasil memangkas waktu tunggu pengiriman (lead times) hingga 31 persen.

Peritel ternama seperti Next dan M&S dilaporkan memetik keuntungan dari tingkat penjualan (sell-through) yang lebih baik dari perkiraan selama musim panas dan periode kembali ke sekolah (back-to-school). Keberhasilan ini memicu gelombang pemesanan ulang yang secara langsung mendorong volume impor pada bulan Oktober.

Pemulihan yang Belum Merata dan Tantangan Tenaga Kerja

Kendati menunjukkan tren positif, pemulihan ini dinilai masih "timpang." Terjadi pergeseran struktural dalam lanskap pengadaan barang; di saat impor pakaian jadi meningkat, impor kain justru tetap rendah, yakni 4,2 persen di bawah level tahun 2024. Hal ini mencerminkan kecenderungan industri yang lebih memilih mengimpor barang jadi dibandingkan memproduksi secara domestik.

Di sisi lain, sektor ini menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang kontradiktif. Meski angka perdagangan pulih, penyerapan tenaga kerja di sektor ritel justru menyentuh titik terendah dalam sejarah, yakni hanya 2,76 juta pekerjaan. Para analis memperingatkan bahwa meski "masa terburuk" untuk volume perdagangan telah lewat, para pelaku industri kini harus menavigasi lingkungan dengan biaya operasional yang tinggi.

Dalam situasi ini, efisiensi operasional menjadi satu-satunya kunci bagi perusahaan untuk melindungi margin keuntungan mereka. Sebagai lembaga statistik resmi dan independen terbesar di Inggris, ONS terus memantau data ini sebagai infrastruktur kritis yang memandu strategi ritel nasional di masa depan.