Industri tekstil Indonesia, yang seharusnya menjadi tulang punggung dalam perekonomian negara, kini terjepit dalam krisis yang dalam. Menurut Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), produk tekstil impor kini menguasai hingga 70 persen pasar dalam negeri. Fenomena ini tidak hanya menghambat pertumbuhan industri lokal tetapi juga mengancam keberlangsungan bisnis para produsen dalam negeri. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyoroti bahwa dominasi produk impor telah menempatkan industri tekstil Indonesia dalam posisi terburuk dalam 20 tahun terakhir. Bahkan momen penting seperti Ramadhan dan Lebaran yang biasanya menjadi pemicu pertumbuhan bisnis tidak lagi memberikan harapan yang cukup bagi para pelaku industri tekstil. Redma mengungkapkan bahwa optimisme para pengusaha tekstil sangat minim, mengingat barang-barang impor telah menguasai sebagian besar pasar.

Menurut Redma, pada masa momentum Lebaran saja, produk impor mendominasi sekitar 60-70 persen pasar. Hal ini mencerminkan kondisi industri tekstil yang saat ini sedang menghadapi tantangan terberat dalam sejarahnya. Faktor utama yang menyebabkan memburuknya kondisi industri tekstil dan padat karya di Indonesia adalah dominasi produk impor yang belum ditangani secara serius oleh pemerintah.

Redma menekankan bahwa perusahaan tekstil di Indonesia masih mengalami kinerja negatif, dengan sejumlah perusahaan bahkan mencatatkan kinerja yang lebih buruk dari tahun sebelumnya. Meskipun konsumsi tekstil dalam negeri masih mengalami pertumbuhan sekitar 3-4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini tidak mampu menutupi dampak negatif yang ditimbulkan oleh dominasi produk impor.

Untuk menyelamatkan industri tekstil dalam negeri, langkah-langkah yang lebih tegas dan terarah dari pemerintah menjadi hal yang mendesak. Perlindungan terhadap produsen lokal, pengendalian impor barang tekstil, serta pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan industri menjadi beberapa hal yang perlu diprioritaskan. Tanpa langkah konkret, industri tekstil Indonesia mungkin akan terus terpuruk dalam bayang-bayang dominasi produk impor, mengancam eksistensinya dan menambah beban pengangguran di negara ini.