Industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif yang signifikan sebesar 7,43% (year-on-year/yoy) pada kuartal III/2024. Capaian ini terjadi di tengah tantangan besar yang melanda sektor ini, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik. Namun, kebijakan restriksi perdagangan seperti safeguard dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) membawa angin segar bagi perkembangan industri tekstil nasional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan subsektor tekstil terhadap produk domestik bruto (PDB) pada periode tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatatkan penurunan sebesar -2,72% yoy. Selain itu, angka ini juga lebih baik daripada triwulan II/2024 yang mengalami kontraksi sebesar -0,03% yoy.

Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APsyFI), Farhan Aqil, menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan pertumbuhan industri tekstil seringkali dipicu oleh kebijakan proteksi perdagangan. Pada triwulan III/2022, pertumbuhan positif tercatat sebesar 8,09% yoy, didukung oleh penerapan BMTP untuk impor pakaian, aksesoris pakaian, dan produk karpet.

"Peningkatan ini mungkin dipicu oleh adanya regulasi restriksi seperti safeguard kain dan karpet, yang mengembalikan semangat pasar meskipun kondisi industri belum sepenuhnya pulih," ujar Farhan pada Selasa (5/11/2024).

Kebijakan serupa kembali diberlakukan baru-baru ini, dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani meresmikan BMTP untuk produk impor kain, karpet, dan penutup lantai lainnya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024. Pemerintah juga tengah mempersiapkan perpanjangan BMTP untuk pakaian jadi yang masa berlakunya akan berakhir pada November 2024. Langkah ini dipandang perlu untuk melindungi sektor yang sangat tertekan oleh arus impor barang.

Namun demikian, masih ada tantangan signifikan dalam implementasi kebijakan ini. Salah satunya adalah celah dalam pengawasan yang memungkinkan masuknya produk impor ilegal, yang tidak tercatat dalam data resmi BPS. Farhan menekankan pentingnya penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku importir ilegal.

"Sekarang, industri tekstil belum sepenuhnya pulih karena beberapa perusahaan masih menghentikan produksi. Industri ini sangat bergantung pada pasar domestik, terutama setelah beberapa negara tujuan ekspor utama, seperti India dan China, memperketat aturan impor mereka," tambah Farhan.

Secara keseluruhan, pertumbuhan industri tekstil di kuartal III/2024 memberikan harapan baru meskipun masih terdapat banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam pengawasan dan penegakan hukum agar kebijakan proteksi perdagangan dapat benar-benar mendukung kebangkitan industri dalam negeri.