Industri tekstil Indonesia kembali diguncang oleh krisis yang semakin mendalam. Lebih dari 3.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terpaksa dirumahkan, sebuah angka yang meningkat sejak putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Oktober lalu. Sebelumnya, jumlah pekerja yang dirumahkan baru mencapai sekitar 2.500 orang.

Koordinator Advokasi Serikat Pekerja Sritex, Slamet Kaswanto, menjelaskan bahwa penambahan jumlah karyawan yang dirumahkan disebabkan oleh krisis bahan baku produksi yang semakin parah. Akibatnya, beberapa kegiatan produksi harus dihentikan sementara. "Pekerja yang dirumahkan sekitar kurang lebih 3.000 orang, karena bahan baku produksi sudah habis dan belum bisa melakukan aktivitas produksi," ujar Slamet dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (10/12/2024).

Masalah ini diperburuk dengan belum adanya kejelasan terkait kesepakatan mengenai kelangsungan usaha atau going concern antara pihak pengusaha dan kurator. Kesepakatan ini menjadi sangat penting untuk memastikan operasional perusahaan tetap berjalan dan para karyawan bisa kembali bekerja. Slamet juga menambahkan bahwa keputusan ini berkaitan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya meminta Sritex untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Dalam upaya untuk membatalkan putusan pailit, pihak manajemen Sritex telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, meskipun pengadilan meminta kurator dan hakim pengawas yang ditunjuk untuk memberikan izin going concern, hingga kini belum ada kesepakatan yang tercapai. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi nasib para pekerja, sementara bahan baku yang diperlukan untuk produksi terus menipis.

"Sejak kurator diberi waktu oleh hakim pengawas, belum juga mendapatkan kesepakatan bersama untuk melakukan going concern ini," tambah Slamet.

Sementara itu, manajemen Sritex mengungkapkan bahwa sejak peralihan pengelolaan perusahaan ke kurator, sejumlah fasilitas perusahaan telah dibekukan, yang membuat operasional perusahaan menjadi sangat terbatas. "Menghadapi kondisi ini, manajemen tidak bisa berbuat apa-apa karena saat ini pengelolaan Sritex ada di tangan empat kurator yang telah ditunjuk," ungkap Presiden Direktur Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto.

Keempat kurator yang ditunjuk untuk mengelola proses kepailitan Sritex adalah Denny Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin. Haruno Patriadi ditunjuk sebagai hakim pengawas yang akan memantau jalannya proses kepailitan ini.

Kondisi yang semakin memburuk di Sritex ini menggambarkan betapa rapuhnya sektor tekstil Indonesia yang tengah berjuang untuk bertahan. Tanpa adanya langkah-langkah konkret dari pemerintah dan kesepakatan antara semua pihak terkait, nasib ribuan pekerja dan kelangsungan perusahaan ini tetap berada dalam ketidakpastian.