Industri tekstil Indonesia kini tengah mempersiapkan langkah strategis untuk memperluas pasar ekspor ke luar Amerika Serikat. Hal ini menyusul rencana pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mulai melirik sejumlah negara potensial sebagai pasar alternatif, seperti Jepang, Jerman, Uni Emirat Arab, hingga Kanada dan Australia.

Wakil Ketua API, David Leonardi, mengungkapkan bahwa pelaku usaha tekstil melihat tren positif dari beberapa negara tujuan baru. Negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab dinilai memiliki potensi besar berkat pertumbuhan sektor ritelnya yang cepat dan meningkatnya permintaan terhadap produk tekstil. Selain itu, Jerman dan negara-negara Eropa Timur juga membuka peluang sebagai alternatif pemasok produk tekstil, seiring upaya mereka mengurangi ketergantungan pada China dan India.

Tak hanya itu, Jepang dan Korea Selatan juga menjadi incaran karena pasar mereka memiliki preferensi terhadap produk tekstil berkualitas tinggi dari negara berkembang. Sementara itu, Australia dan Kanada menunjukkan minat terhadap produk dengan nilai tambah, seperti tekstil ramah lingkungan dan fashion modest yang tengah populer.

Langkah diversifikasi pasar ini ditempuh sebagai bentuk kehati-hatian industri dalam menjaga keseimbangan neraca dagang dengan AS agar tidak terlalu bergantung pada satu pasar saja. Apalagi dengan ancaman pengenaan tarif tinggi, potensi surplus perdagangan sektor pakaian ke AS bisa mengalami penurunan signifikan.

Meski begitu, David tetap optimistis. Selama produk tekstil Indonesia mampu menjaga daya saing dari segi harga dan kualitas, peluang mempertahankan bahkan meningkatkan ekspor tetap terbuka, terutama untuk produk niche dan desain khusus. Untuk itu, Indonesia perlu melakukan berbagai pembenahan, seperti peningkatan kualitas dan inovasi produk, penggunaan bahan ramah lingkungan, serta diversifikasi jenis produk jadi.

Penguatan branding dan promosi internasional juga dinilai penting agar produk tekstil Indonesia semakin dikenal di pasar global. Selain itu, efisiensi logistik dan perbaikan infrastruktur menjadi kunci untuk menekan biaya distribusi dan meningkatkan daya saing. API juga mendorong pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan berbagai negara seperti RCEP, Uni Eropa, hingga kawasan Afrika.

Sebagai bagian dari upaya ini, API mengusulkan penguatan kemitraan dagang, peningkatan keikutsertaan dalam pameran internasional, serta penyesuaian produk sesuai kebutuhan dan preferensi pasar lokal di negara tujuan ekspor. Dukungan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) juga menjadi perhatian, termasuk melalui pelatihan dan fasilitasi agar mereka mampu menembus pasar global.