Gelombang efisiensi tenaga kerja melanda sejumlah perusahaan tekstil berorientasi ekspor di Kabupaten Grobogan. Lesunya permintaan pasar global dan imbas kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat, yang dikenal dengan istilah “tarif Trump”, membuat pabrik-pabrik besar harus melakukan penghematan ketat. Dampaknya, ribuan karyawan terpaksa dirumahkan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Grobogan, Teguh Harjokusumo, mengatakan pihaknya baru menerima laporan dari PT Sai Apparel yang terdampak langsung kebijakan tarif tersebut. Selain PT Sai Apparel, beberapa perusahaan lain seperti Holy, Formosa, dan Pungkook juga mengalami penurunan order karena pasar utama mereka berasal dari Amerika Serikat.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah merumahkan sebagian besar tenaga kerja. PT Sai Apparel, misalnya, kini hanya mengoperasikan sekitar 2.500 pekerja dari total 5.200 karyawan. Perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, tetapi memilih tidak memperpanjang kontrak karyawan yang habis masa kerjanya. Sementara bagi pekerja tetap, sebagian dirumahkan dengan skema rotasi: dua minggu bekerja, dua minggu dirumahkan, dengan tetap menerima 50 persen upah.

Kebijakan ini sudah berlangsung sejak awal September 2025, setelah melalui dialog antara manajemen dan pekerja. Menurut Teguh, kesepakatan bersama menjadi kunci agar hak-hak karyawan tetap terlindungi meski perusahaan menghadapi tekanan berat.

Ia berharap situasi perdagangan internasional segera membaik, terutama terkait kebijakan tarif ekspor, sehingga pesanan tekstil kembali meningkat. Dengan begitu, perusahaan bisa memulihkan operasi normal dan mempekerjakan kembali ribuan karyawan yang saat ini terpaksa dirumahkan.

“Yang penting hak pekerja tetap dijaga dan komunikasi dua arah antara manajemen dan karyawan terus berjalan. Jika order kembali lancar, seluruh tenaga kerja akan dipekerjakan lagi seperti sedia kala,” ujar Teguh.