Pada Natal tahun 2023, pemerintah menetapkan tambahan cuti bersama yang memberikan tambahan waktu libur selama 4 hari dari tanggal 23 hingga 26 Desember. Meskipun menjadi momen menyenangkan bagi banyak orang, keputusan ini telah menimbulkan kekhawatiran dalam sektor tekstil Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyuarakan kekhawatiran akan dampak buruk yang mungkin terjadi pada sektor hulu tekstil. Menurutnya, libur panjang ini dapat menjadi beban tambahan karena gangguan transportasi logistik bahan baku dapat mempengaruhi kinerja pabrik yang saat ini hanya beroperasi pada tingkat utilisasi sebesar 45%.

Dialog Tentang Dampak Libur Panjang
Terjadi dialog antara Bramudya Prabowo, Redma Gita Wirawasta dari APSyFI, dan Ketua Apindo Bidang Pariwisata & Ekonomi Kreatif, Maulana Yusran. Dalam dialog ini, mereka membahas lebih lanjut mengenai potensi dampak buruk yang mungkin terjadi akibat libur panjang Natal.

Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa sektor hulu tekstil bisa menghadapi tantangan besar selama libur panjang, terutama terkait dengan pengiriman bahan baku yang terganggu. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kinerja pabrik, memperparah utilisasi pabrik yang saat ini sudah rendah.

Kesiapan dan Langkah Antisipasi
Maulana Yusran dari Apindo Bidang Pariwisata & Ekonomi Kreatif menyoroti pentingnya kesiapan dan langkah antisipasi yang harus diambil oleh pelaku usaha tekstil dalam menghadapi libur panjang ini. Ia menggarisbawahi perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengurangi dampak negatif.

Libur panjang Natal yang diumumkan pemerintah telah menjadi topik perbincangan serius bagi sektor tekstil. Kekhawatiran terkait pengaruhnya terhadap produksi dan kinerja pabrik menjadi fokus utama. Meskipun demikian, kolaborasi dan langkah antisipasi yang tepat diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul selama masa liburan ini.