Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan bahwa program restrukturisasi kredit terdampak oleh pandemi Covid-19 akan berakhir pada bulan Maret 2024. Keputusan ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang masih menjalankan program restrukturisasi ini. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, per Oktober 2023, jumlah kredit yang telah direstrukturisasi akibat Covid-19 tersisa sebesar Rp301,16 triliun. Angka ini mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp316,98 triliun.
Dian menegaskan bahwa data otoritas menunjukkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) masih cukup memadai, berada pada level rata-rata 56%, bahkan beberapa bank memiliki pencadangan di atas 60%.
"Mengakhiri restrukturisasi tidak akan menimbulkan goncangan yang signifikan," ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK pada November 2023.
Sementara itu, risiko kredit atau loan at risk (LAR) perbankan pada Oktober 2023 menunjukkan angka 11,81%, menurun dari bulan sebelumnya yang sebesar 12,07%.
OJK juga mencatat bahwa rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross pada Oktober 2023 mencapai 2,42%, mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,43%. Sedangkan rasio NPL net stabil berada pada level 0,77%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, NPL gross mengalami penurunan sebesar 30 basis poin (bps), sementara NPL net turun 1 bps.
Keputusan OJK untuk memperpanjang restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga Maret 2024 didasarkan pada kebutuhan sektor-sektor tertentu di beberapa wilayah yang masih merasakan dampak pandemi.
Sektor UMKM dalam industri tekstil dan alas kaki serta sektor industri di wilayah Bali masih dianggap memerlukan insentif dan dukungan ekstra karena masih terdampak oleh pandemi.
Kendati program restrukturisasi akan berakhir pada Maret 2024, langkah ini menegaskan komitmen OJK dalam memperhatikan dan mendukung pemulihan ekonomi, terutama di sektor-sektor yang masih rentan terhadap dampak pandemi Covid-19 di Indonesia. Langkah selanjutnya dari pemerintah dan lembaga terkait akan menjadi fokus penting dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di masa mendatang.