Industri tekstil di Bandung, salah satu pusatnya di Indonesia, mulai merasakan getaran aktivitas di tengah hiruk-pikuk tahun politik. Namun, pesanan yang diharapkan untuk mengalir deras dalam momentum politik ini tampaknya belum memberikan dampak yang signifikan. Menurut Ketua Komunitas Pertekstilan Majalaya Kabupaten Bandung, Aep Hendar, meskipun ada pesanan yang masuk, namun belum mencapai tingkat yang menggembirakan. "Pesanan ada, tapi belum ada banjir pesanan di masa kampanye politik yang akan berlangsung hingga Februari 2024," ujarnya.

Jenis pesanan yang biasanya diterima oleh industri tekstil di daerah ini mencakup berbagai produk mulai dari kaos, kain putih, hingga sarung. Namun, bayang-bayang pandemi yang belum benar-benar usai masih membayangi sektor ini.

"Aktivitas industri tekstil terpukul cukup keras saat pandemi, dan hingga kini, proses pemulihannya masih belum mencapai titik 100 persen," ungkap Aep. Penurunan permintaan selama masa pandemi berdampak pada penurunan utilisasi manufaktur secara keseluruhan.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi industri tekstil lokal adalah persaingan dengan produk impor yang tersedia dengan harga yang lebih murah. "Produk impor ini masuk dengan mudahnya, seringkali melalui jalur yang tidak sah, dan dijual dengan harga yang menggiurkan," tambahnya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat bahwa nilai impor pada Oktober 2023 mencapai USD 1,08 miliar. Golongan barang seperti mesin dan peralatan mekanis menjadi penyumbang terbesar kenaikan impor sebesar 99 juta USD, diikuti oleh filamen buatan sebesar 60 juta USD, serta kapas sebesar 50 juta USD.

Aep mempertegas perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap barang-barang ilegal yang masuk ke dalam pasar domestik. "Kita membutuhkan langkah tegas dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap masuknya barang ilegal ini," tegasnya.

Meskipun ada kecenderungan pesanan yang meningkat menjelang pemilihan umum, Aep memandang bahwa setelah periode Pemilu berakhir, aktivitas industri tekstil cenderung kembali stagnan. "Harapannya, tidak hanya pada tahun politik saja, tetapi setelahnya pun industri tekstil bisa menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan," paparnya.

Dalam dinamika politik yang sedang berlangsung, industri tekstil di Bandung dan sekitarnya masih harus menghadapi berbagai tantangan untuk dapat berkembang secara optimal. Pengawasan yang ketat terhadap impor ilegal, dukungan kebijakan yang tepat, serta inovasi dalam produk dan pemasaran akan menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan industri tekstil di masa yang akan datang.