Pemilihan umum, selain menjadi momentum politik, seringkali dianggap pula sebagai kesempatan bagi sektor ekonomi untuk tumbuh melalui strategi pemasaran dan penjualan para kontestan pemilu. Namun, jelang Pemilu 14 Februari 2024, industri tekstil dan garmen berada dalam sorotan atas isu impor yang mengancam pasar domestik. Kaus, sebagai salah satu produk unggulan dari industri pakaian dan tekstil, menjadi andalan para produsen baik besar maupun kecil. Peserta pemilu kerap menggunakan kaus sebagai media kampanye utama. Namun, realitas di lapangan nampaknya tak selalu sejalan dengan perhitungan di atas kertas.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstillan Indonesia, Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, dampak ekonomi dari pemilu tidak begitu terasa pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Hitungannya sederhana: meskipun terjadi pesanan besar untuk kaus kampanye, dampaknya terhadap industri dalam negeri bisa tereduksi jika peserta pemilu memilih untuk memesan dari luar negeri dengan harga yang lebih murah.

Pernyataan ini dikuatkan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki, yang menyebut bahwa pelaku usaha yang bergerak dalam alat peraga kampanye, termasuk konfeksi, tidak merasakan dampak ekonomi yang signifikan. Produk-produk semacam kaus kampanye kemungkinan besar diimpor dari luar negeri.

Kendati demikian, kondisi industri TPT dalam negeri sendiri tengah berada dalam tekanan. Meskipun pada Juni 2023 tercatat kenaikan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Indonesia, industri TPT masih terkontraksi. Pasar-pasar besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa menunjukkan pelemahan permintaan. Langkah Bank Sentral AS dan Uni Eropa yang menaikkan suku bunga juga mempengaruhi pasar secara global.

Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa ekspor TPT Indonesia pada Januari-April 2023 mengalami penurunan signifikan, turun 28,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar, industri TPT kini dihadapkan pada tantangan besar.

Presiden Joko Widodo sendiri telah mengimbau agar produk TPT yang semula diarahkan untuk ekspor dialihkan ke pasar dalam negeri. Namun, pasar domestik juga terancam oleh produk impor, terutama dari China yang menawarkan produk dengan harga lebih murah.

Dalam situasi seperti ini, strategi perlindungan terhadap industri dalam negeri menjadi semakin penting. Perlindungan terhadap pasar domestik dari dampak negatif produk impor, serta dukungan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, menjadi agenda krusial bagi pemerintah.

Pemerintah perlu mengambil langkah konkret, seperti kebijakan proteksionis yang seimbang dan memperkuat industri TPT dalam negeri agar mampu bersaing secara global. Dukungan terhadap inovasi, peningkatan kualitas, serta peningkatan nilai tambah produk dalam negeri perlu menjadi fokus utama agar industri tekstil dan garmen tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh di tengah persaingan global yang semakin ketat.