Industri tekstil di Indonesia diperkirakan akan menghadapi tantangan berat dalam tahun 2024, dengan kinerja emiten diprediksi tetap menurun. Sejumlah faktor, termasuk penurunan penjualan dan tingginya beban operasional, diidentifikasi sebagai pemicu utama penurunan kinerja tersebut. Menurut analisis ekuitas dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis, kinerja emiten tekstil secara keseluruhan menunjukkan penurunan baik dari segi pendapatan (top line) maupun keuntungan bersih (bottom line) sepanjang tahun 2023. Beberapa emiten, seperti PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR), PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL), dan PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY), mengalami kerugian yang signifikan akibat penurunan penjualan dan beban yang meningkat.
Namun, tidak semua perusahaan dalam industri ini mengalami penurunan kinerja. PT Trisula Textile Industries Tbk. (BELL) dan PT Trisula International Tbk. (TRIS), misalnya, berhasil mencatatkan pertumbuhan laba. Menurut Abdul Azis, hal ini disebabkan oleh sumber pendapatan alternatif seperti komisi, pendapatan sewa, dan pendapatan keuangan.
Meskipun demikian, sejumlah kendala tetap menghantui industri ini. Salah satunya adalah turunnya ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa, yang berdampak pada utilisasi pabrik. Kendala lain termasuk persaingan yang semakin ketat akibat produk tekstil impor.
Abdul Azis belum merekomendasikan saham-saham tekstil, menyebutkan valuasinya yang masih tinggi dan pergerakan sahamnya yang volatil. Namun, dia memberikan rekomendasi untuk melakukan trading jangka pendek pada saham PT Trisula International Tbk (TRIS) dengan target harga Rp 212-Rp 214 per saham dan support Rp 200-Rp 202 per saham.
Kresna Wilendrata, Sekretaris Perusahaan Trisula International, menyatakan bahwa utilisasi pabrik tekstil TRIS saat ini sekitar 75%, masih di atas rata-rata industri. Namun, penurunan ekspor ke AS dan Eropa menjadi salah satu penyebab utilisasi perusahaan ini turun.
Di sisi lain, Karsogno Wongso Djaja, Presiden Direktur PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), mengungkapkan fokus perusahaan pada segmen pasar menengah atas untuk produk ritelnya melalui brand JOBB dan Jack Nicklaus (JN) dengan bahan berkualitas tinggi. Upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi juga dilakukan dengan pembelian mesin-mesin baru.
Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memproyeksikan bahwa prospek kinerja emiten tekstil secara keseluruhan cenderung menurun di tahun 2024. Faktor seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, peningkatan oversupply, dan penurunan tingkat permintaan diprediksi menjadi penyebab utama.
Pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden di tahun ini juga dianggap tidak mampu mendorong kinerja emiten tekstil, terutama karena fokus kampanye yang lebih digital. Nafan menekankan bahwa perusahaan tekstil harus beradaptasi dan mencari cara untuk tetap berkelanjutan, mungkin melalui efisiensi bisnis atau penjualan aset.
Meski begitu, Nafan tidak memberikan rekomendasi saham untuk emiten tekstil, menyatakan bahwa sahamnya tidak likuid dan pergerakan sahamnya memiliki volatilitas tinggi. Dalam kondisi ini, investor diharapkan untuk mempertimbangkan dengan hati-hati sebelum mengambil keputusan investasi di sektor ini.