Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia menghadapi tantangan serius dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat. Berbagai faktor seperti serbuan produk impor dan perlambatan ekonomi di pasar ekspor utama telah menyebabkan industri ini terus mengalami kesulitan. Pada akhir tahun 2023, situasi semakin memburuk dengan berita tentang dua pabrik TPT di Kota Semarang yang melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya. Total keseluruhan, sudah ada 10 pabrik yang melakukan PHK sepanjang tahun tersebut, dengan lebih dari 12.000 karyawan kehilangan pekerjaan. Angka ini hanya mencatat PHK yang dilakukan oleh pabrik yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).

Presiden KSPN, Ristadi, menjelaskan bahwa proses PHK juga sedang berlangsung di pabrik-pabrik lain, termasuk pabrik benang dan kain serta pabrik garmen di Kota Semarang. Pabrik-pabrik ini terpaksa melakukan PHK karena permintaan untuk produk mereka menurun secara drastis. Bahkan, beberapa pabrik garmen memutuskan untuk merelokasi operasinya ke daerah lain untuk menekan biaya produksi.

Tidak hanya di Semarang, kasus serupa juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia, termasuk Jawa Barat dan provinsi lainnya. Sejak awal tahun 2023, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan, mencapai 56.976 orang dari 36 perusahaan yang tersebar di berbagai sektor industri.

Ristadi menegaskan bahwa PHK ini terutama dipicu oleh serbuan produk impor yang menggerus pasar domestik, serta perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi permintaan ekspor. Dia meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan sektor TPT, garmen, dan sepatu, yang merupakan penyedia jutaan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Untuk menyelamatkan industri tekstil, Ristadi menyarankan dua langkah penting yang harus segera diambil oleh pemerintah:

Penyelamatan Industri Berbasis Pasar Lokal:

Menghentikan impor ilegal dan membatasi perjanjian perdagangan yang merugikan.
Melakukan operasi pasar untuk mengatasi barang-barang ilegal.
Memberikan bantuan untuk modernisasi mesin tekstil.
Mengimplementasikan kebijakan perbankan dan pajak yang mendukung pertumbuhan industri.
Penyelamatan Industri Berorientasi Ekspor:

Mengimplementasikan kebijakan pajak, harga energi, dan perizinan yang ramah dan efisien.
Memberikan bantuan promosi untuk memperluas pasar tekstil di luar Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu memulihkan industri tekstil Indonesia dan melindungi pekerja dari dampak negatif PHK yang terus meningkat. Namun, langkah konkret dan cepat dari pemerintah sangatlah penting untuk mengatasi krisis ini dengan efektif.