Industri serat sintetis Indonesia mengalami gejolak serius menyusul pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor. Ketegangan ini telah menciptakan kekhawatiran di kalangan pelaku industri, yang meminta pemerintah untuk merevisi kebijakan tersebut sebelum benar-benar diberlakukan. Permendag No. 36 Tahun 2023, yang akan mulai berlaku pada 9 Maret 2024, mengubah pengawasan impor dari pos-border menjadi border, mengharuskan semua barang impor untuk diperiksa di pelabuhan sebelum memasuki negeri. Konsekuensinya, semua barang impor, termasuk bahan baku, kini membutuhkan perizinan untuk diimpor.

Pramudya Amdan, Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Masyarakat PT Asia Pacific Fibers Tbk (APF), mengungkapkan bahwa industri serat sintetis saat ini masih menerima pasokan bahan baku. Namun, ada potensi tersendatnya pasokan karena proses perizinan yang memakan waktu dan meningkatkan biaya produksi.

Salah satu bahan baku yang vital bagi industri serat sintetis adalah Mono Ethylene Glycol (MEG). Menurut Pramudya, hanya ada satu produsen MEG di dalam negeri dengan kapasitas 50.000 ton per tahun. Meskipun begitu, total kebutuhan MEG bagi industri serat sintetis nasional mencapai 600.000 ton per tahun, yang artinya lebih dari 90% ketersediaannya berasal dari impor.

Pramudya juga menyoroti kesulitan APF untuk melakukan pembelian MEG secara khusus dari produsen lokal, karena produsen tersebut belum menetapkan rencana produksi untuk tahun ini. Oleh karena itu, Pramudya mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki Permendag No. 36 Tahun 2023 sebelum implementasinya, karena waktu yang tersedia untuk mengimpor MEG biasanya memakan waktu 4-5 minggu.

Ancaman terhenti nya produksi industri serat sintetis akan berdampak besar pada industri turunan tekstil seperti benang, kain, dan garmen. Pramudya menilai penyesuaian kebijakan impor ini menjadi sangat penting bagi industri tekstil menghadapi peningkatan permintaan selama Ramadan 2024.

Dalam konteks ini, penyesuaian kebijakan impor menjadi langkah yang sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas industri serat sintetis dan sektor tekstil secara keseluruhan. Keputusan yang diambil dalam waktu dekat akan menentukan arah perkembangan industri ini dalam jangka panjang, serta memengaruhi kesejahteraan ribuan pekerja dan pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.