Amerika Serikat pada Kamis (16/5) mengumumkan pemblokiran impor dari 26 perusahaan tekstil berbasis di China terkait isu kerja paksa dalam produksi mereka. Langkah ini diambil di bawah payung Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur (Uyghur Forced Labor Prevention Act).

Perusahaan yang Terkena Dampak
Dari total 26 perusahaan yang dimasukkan ke dalam daftar entitas terlarang, 21 di antaranya diketahui membeli dan menjual kapas dari wilayah Xinjiang, sebuah wilayah di barat laut China yang menjadi pusat kontroversi internasional terkait dugaan kerja paksa. Lima perusahaan lainnya juga terkait dengan kapas dari wilayah tersebut. Pemblokiran ini juga menyasar pedagang kapas dan gudang penyimpanan di China, banyak di antaranya beroperasi di luar Xinjiang.

Tuduhan Kerja Paksa di Xinjiang
Beijing telah lama dituduh menahan lebih dari satu juta orang Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di serangkaian pusat detensi di Xinjiang. Pemerintah China sendiri menyangkal tuduhan tersebut, tetapi laporan dari berbagai sumber menyebutkan adanya pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut.

Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur melarang impor semua barang dari Xinjiang kecuali perusahaan bisa memberikan bukti yang dapat diverifikasi bahwa produksi mereka tidak melibatkan kerja paksa. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Alejandro Mayorkas, menegaskan bahwa AS akan terus menegakkan hukum di industri tekstil dan menuntut pertanggungjawaban dari China atas dugaan eksploitasi dan penindasan terhadap orang-orang Uighur.

Dampak dan Respon Industri
Pengumuman ini menambah panjang daftar entitas yang dilarang beroperasi di bawah UU tersebut, dengan tambahan ini mulai diberlakukan pada Jumat (17/5). Hingga kini, 65 entitas telah masuk dalam daftar sejak UU tersebut disahkan pada akhir tahun 2021. Daftar tersebut tidak hanya mencakup sektor tekstil dan garmen, tetapi juga mencakup sektor lain seperti pakaian jadi, polisilikon, baterai, dan produk elektronik.

Kim Glas, presiden Dewan Nasional Organisasi Tekstil, menyatakan bahwa kapas hasil kerja paksa dari Xinjiang membanjiri pasar global dan merugikan produsen domestik AS. Penambahan entitas dalam daftar tersebut dianggap sebagai pesan tegas kepada para pelanggar bahwa Washington serius dalam menegakkan hukum terkait isu ini.

Implikasi Internasional
Langkah AS ini menyoroti semakin tegangnya hubungan antara AS dan China, terutama terkait isu hak asasi manusia. Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang terlibat harus menghadapi dampak signifikan, baik dalam hal operasional maupun reputasi internasional. Upaya ini juga merupakan bagian dari strategi global untuk menekan praktik kerja paksa dan memperjuangkan hak asasi manusia di industri manufaktur global.

Langkah tegas AS ini diharapkan dapat mendorong perubahan dalam praktik bisnis perusahaan yang berbasis di China dan meningkatkan kesadaran global akan pentingnya praktik bisnis yang beretika dan berkelanjutan.