Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia kembali menghadapi ancaman serius dari praktik dumping yang dilakukan oleh China. Kekhawatiran ini meningkat setelah pemerintah merelaksasi aturan larangan dan/atau pembatasan (lartas) impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengungkapkan bahwa China merupakan ancaman terbesar bagi industri TPT dalam negeri. China dikenal sering menjual barang di luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri mereka, sebuah praktik yang dikenal sebagai dumping.

“Bukan hanya industri TPT Indonesia yang khawatir. Industri TPT negara lain juga takut dengan China karena mereka itu raksasa tekstil yang menguasai 70% dari produksi TPT dunia dari material,” ujar Jemmy pada Jumat (24/5/2024).

Pemerintah Indonesia baru-baru ini merevisi aturan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 tahun 2024. Aturan baru ini melonggarkan lartas impor terhadap 18 komoditas manufaktur, termasuk barang tekstil jadi dan aksesorinya. Kebijakan ini sudah berlaku sejak 17 Mei 2024.

Arif Sutiyoso, Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, menjelaskan bahwa relaksasi ini dilakukan karena banyak pelaku industri mengeluhkan kesulitan impor akibat regulasi pertek yang tertahan di Kementerian Perindustrian.

Dengan regulasi baru ini, persyaratan pertimbangan teknis atau pertek tidak lagi diperlukan untuk 18 komoditas tersebut, yang mencakup produk hewan olahan, produk kehutanan, besi dan baja, ban, keramik, kaca, makanan dan minuman, obat tradisional, kosmetik, mainan, tas, pakaian jadi, alas kaki, elektronik, bahan berbahaya, dan katup.

Jemmy mengkritik langkah pemerintah yang dinilai melemahkan hambatan tarif maupun nontarif dalam menangkis dumping dari China. Pemerintah tidak lagi memberlakukan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk TPT impor sejak perubahan kedua Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 yang dilanjutkan dengan Permendag No. 7/2024 dan No. 8/2024.

“Pemerintah tidak lagi menerapkan BMAD untuk melindungi industri, terutama TPT, sejak perubahan peraturan tersebut,” jelas Jemmy.

Dengan dicabutnya hambatan nontarif, produk tekstil China yang masuk ke Indonesia kini dikenakan zero duty dan hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Sementara, produk yang dikirim melalui jasa titip (jastip) tidak dikenakan PPN.

Situasi ini menambah tekanan pada industri TPT dalam negeri yang sudah menghadapi berbagai tantangan. Pelaku industri berharap pemerintah dapat mengambil langkah lebih tegas untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping yang dapat merusak daya saing dan keberlanjutan industri tekstil Indonesia.

Perlu adanya kebijakan yang seimbang antara mendukung importasi untuk kebutuhan tertentu dan melindungi industri lokal dari praktik perdagangan tidak adil. Hal ini penting agar industri tekstil Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional.