Industri tekstil di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar. Ribuan pabrik, baik skala besar maupun kecil, terpaksa menutup operasionalnya atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan pekerja. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa penurunan yang signifikan ini telah berdampak pada berbagai level industri, termasuk pabrik menengah besar dan pabrik garmen kecil.
Menurut Redma, hingga tahun ini, sudah ada 50 pabrik menengah besar yang tutup, dan jumlah pabrik kecil yang tutup bahkan mencapai ribuan. Kondisi ini juga diperparah oleh sikap perbankan yang semakin enggan memberikan pinjaman kepada pabrikan tekstil. Bank menilai industri ini sebagai sektor yang berisiko karena ketidakmampuan menguasai pasar domestik, apalagi pasar ekspor. Hal ini memicu kekhawatiran terhadap aliran kas perusahaan yang stagnan, dan pada akhirnya membuat banyak pabrik tidak mampu bertahan.
Masalah utamanya adalah lemahnya daya saing produk tekstil di pasar domestik. Redma menekankan pentingnya campur tangan pemerintah untuk membantu industri tekstil menguasai pasar domestik. Ia menambahkan bahwa tanpa dukungan pemerintah, bank tidak akan memiliki jaminan untuk memberikan pinjaman karena banyak aset perusahaan yang tidak dapat dipertahankan ketika pabrik berhenti beroperasi. Meskipun aset perusahaan masih ada, bank tidak memiliki kemampuan untuk mengelola aset tersebut jika diambil alih.
Salah satu contoh terbaru dari PHK massal terjadi di sebuah pabrik tekstil di Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Peristiwa ini menambah jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan, yang berdasarkan data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), telah mencapai lebih dari 15.000 orang sejak awal tahun 2024. Kondisi ini mencerminkan betapa seriusnya penurunan di sektor tekstil dalam negeri.
Ke depan, Redma menegaskan bahwa langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menguasai pasar domestik sebelum memperluas ke pasar ekspor. Peningkatan daya saing produk tekstil menjadi kunci bagi keberlanjutan industri ini. Namun, tanpa dukungan kebijakan yang efektif dari pemerintah, masa depan industri tekstil di Indonesia tetap berada dalam ketidakpastian.