Tarik ulur kebijakan impor yang terjadi belakangan ini menuai kritik tajam dari Komisi VII DPR RI. Kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu singkat dianggap menyebabkan kerugian besar bagi industri tekstil dalam negeri, bahkan membuat beberapa pelaku usaha terpaksa gulung tikar.

Erna Sari Dewi, anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Nasdem, mengungkapkan bahwa banyak pelaku usaha tekstil di Jawa Timur mengeluhkan dampak kebijakan impor yang berubah-ubah ini. “Kebijakan ini hanya dalam beberapa bulan saja diubah. Kita seharusnya menggunakan prinsip ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’ agar tidak menimbulkan masalah-masalah baru,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perindustrian di Jakarta pada Selasa (12/11/2024).

Berdasarkan laporan, perubahan aturan impor terjadi berturut-turut mulai dari Permendag No. 36/2023 yang kemudian direvisi menjadi Permendag No. 3/2024, lalu disusul oleh Permendag No. 7/2024, dan terbaru Permendag No. 8/2024. Perubahan yang terjadi dalam kurun waktu hanya dua bulan ini menimbulkan ketidakstabilan, membuat banyak pelaku usaha tekstil sulit merencanakan bisnisnya secara efektif.

Di pusat perdagangan seperti ITC Jakarta dan Tanah Abang, produk tekstil dari China yang berkualitas tinggi namun berharga murah membanjiri pasar, mengancam kelangsungan industri tekstil lokal. Padahal, industri tekstil merupakan penyumbang devisa terbesar kedua bagi negara. Situasi ini, menurut Erna, menunjukkan tanda-tanda deindustrialisasi prematur yang dapat berdampak pada perekonomian jangka panjang.

Anggota Komisi VII lainnya dari Fraksi PDIP, Putra Nababan, juga menyoroti masalah ini dengan menyatakan bahwa ketidakberpihakan pemerintah terhadap industri tekstil sudah dirasakan sejak 2013. Industri ini telah menghadapi tantangan bertubi-tubi, mulai dari kenaikan listrik, pengetatan pajak, aturan limbah, hingga dampak pandemi Covid-19 dan lonjakan impor tekstil yang tidak terkendali.

Putra menekankan pentingnya tindakan konkret dari Kementerian Perindustrian untuk melindungi industri tekstil dalam negeri, termasuk alokasi anggaran yang lebih besar jika dibutuhkan. “Saya harap tunjukkan keberpihakan, buka komunikasi, dan audiensi dengan para pelaku industri,” pungkasnya.

Dengan perubahan regulasi impor yang terus-menerus ini, pelaku usaha tekstil menghadapi ketidakpastian yang mengancam kelangsungan bisnis mereka. DPR meminta pemerintah segera mengambil langkah perlindungan yang tegas agar industri tekstil dalam negeri bisa terus bertahan dan berkontribusi bagi perekonomian.